Jumat, 14 April 2017

Tokoh-tokoh Ahli Media dan Kajian Budaya


1.    Chris Barker
Chris Barker adalah salah satu professor ilmu komunikasi di University of Wollongong, Australia yang menulis buku tentang cultural studies. Buku yang ditulis berbeda dengan persepsi buku-buku lain. Di dalam bukunya ia menjelaskan bahwa cultural studies memiliki sifat antidisipilin sekaligus multidisiplin. Dikatakan antidisiplin karena cara penyelidikannya tak mengikuti aturan standar seperti diterapkan pada disiplin ilmu lain. Disebut multidisiplin karena ia mencakup banyak hal, berisi berbagai perspektif yang bersaing.
Dalam wilayah akademis, cultural studies mempelajari kebudayaan sebagai praktek pemaknaan dalam konteks kekuasaan sosial. Dalam operasinya, ia menggunakan beragam teori, termasuk marxisme, strukturalisme, pascastrukturalisme, dan feminisme. Dengan metode yang eklektis, cultural studies menegaskan posisionalitas semua pengetahuan, termasuk dirinya sendiri, yang berputar di sekitar ide-ide kunci seperti budaya, praktek pemaknaan, representasi, wacana, kekuasaan, artikulasi, teks, pembaca, dan konsumsi.
Walaupun berpredikat sebagai praktek intelektual yang multidisiplin, antidisiplin, dan sulit terdefinisi, Barker mengklaim bahwa kajian ini bukan berarti tak memiliki acuan sedikit pun. Ia memberikan beberapa karakteristik. Pertama, relasi kuasa. Cultural studies bertujuan mengungkapkan bagaimana hubungan kekuasaan memberikan dampak luas dan membentuk praktek kebudayaan.
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi. Teori budaya marxis yang menggali kebudayaan sebagai wilayah ideologi yang lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana (discourse) dan praktik budaya seperti layaknsya media berupa teks-teks (sosial, ekonomi, politik).
Chris Barker (2000) mengakui bahwa kajian budaya tidak memiliki titik acuan yang tunggal. Selain itu, kajian budaya memang terlahir dari indung alam pemikiran strukturalis/pascastrukturalis yang multidisipliner dan teori kritis multidisipliner, terutama di Inggris dan Eropa kontinental. Artinya kajian budaya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis disiplin ilmu lain yang dikembangkan secara lebih longgar sehingga mencakup potongan-potongan model dari teori yang sudah ada dari para pemikir strukturalis/pascastrukturalis. Sedangkan teori sosial kritis sebenarnya sudah mendahului tradisi disiplin “kajian budaya” melalui kritik ideologinya yang dikembangkan Madzhab Frankfurt. Sebuah kritik yang dimaknai dari pandangan Kantian, Hegelian, Marxian, dan Freudian. Sehubungan dengan karakter akademis.
Teori yang dicetuskan oleh Chris Barker salah satunya adalah teori multidisipliner, yang mana dalam teori ini memandang budaya tidak hanya terpaku pada satu persepsi saja, melainkan berbagai perspektif yang bersaing.

2.    Mc Luhan
Selama tahun 1960-an, seorang peneliti sastra Kanada, Marshal McLuhan, mendapatkan sorotan dunia sebagai seseorang yang memiliki pemahman mendalam mengenai media elektronik dan dampaknya, baik terhadap budaya maupun masyarakat McLuhan sangat terlatih dalam kritisme sastra, tetapi juga membaca teori dan sejarah secara luas. Meskipun karya-karyanya mengandung sedikit kutipan dari Marx (McLuhan sesungguhnya mengecam Marx karena mengabaikan komunikasi), ia meletakan dasar pijakan pemahamannya mengenai peran historis media pada karya Harold Innis, seorang ahli ekonomi politik Kanada. Toh, dalam teorinya, McLuhan menyintesisikan banyak gagasan lain yang beragam.
“Teori” McLuha sesungguhnya adalah kumpulan banyak gagasan menarik yang diikat oleh beberapa asumsi bersama. Gagasan yang paling sentral adalah bahwa perubahan dalam teknologi komunikasi secara tidak terhindarkan menghasilkan perubahan mendalam, baik dalam tatanan budaya maupun sosial. Bahkan, meskipun McLuhan menggunakan teori-teori budaya kritis seperti teori ekonomi politik untuk mengembangkan perspektifnya, karyanya ditolak oleh para ahli ekonomi politik karena gagal memberikan basis di mana perubahan sosial positif dapat mulai diciptakan. McLuhan tidak mempunyai hubungan dengan gerakan sosial atau politik apa pun. Ia tampak siap untuk menerima perubahan apa pun yang didiktekan dan inheren dalam teknologi komunikasi. Oleh karena ia berargumen bahwa teknologi secara tidak terhindarkan menyebabkan perubahan tertentu dalam cara orang berpikir, dalam cara masyarakat dibangun, dan dalam bentuk budaya yang diciptakan, McLuhan disebut sebagai determinasi teknologi.
McLuhan: Memahami Media
Walaupun meminjam secara bebas dai Innis, McLuhan tidak berkutat dengan isu ekspolitasi atau kedali yang terpusat pandangan-pandangannya mengenai dampak-dampak cultural  media yang didominasi kapitaslis jauh lebih optimistis daripada pandangan Mazhab Frankfurt. Ia terpesona oleh implikasi argument Innis mengenai kekuatan transformative teknologi media. McLuhan tidak takut dengan cara-cara kekuasaan tersebut dijalankan oleh para elite. Jika teknologi sendiri itu menentukan bagaimana hal tersebut itu digunakan,  maka tidak ada yang perlu ditakutkan dari elite. Jika media dapat digunakan untuk menciptakan kekaisaran, maka apalagi yang bisa dilakukan olehnya? Apakah mungkin media dapat mentransformasikan pengalam indrawi kita sekaligus tatanan sosila kita? Lagi pula, membaca buku dan meonton film atau acara televisi dilakukan dengan organ dan indra yang berbeda. Selama tahun 1960-an, kita jelas bergerak dari suatu masa yang berpihak pada teknologi cetak menuju teknologi media berbasis elektronik. McLuhan mengajukan satu pertanyaan penting, ”jika teknologi komunikasi memainkan peran yang demikian penting dalam munculnya tatanan sosial baru dan bentuk budaya yang baru, apa implikasi meninggalkan media cetak demi media elektronik?”ia melakukanya dalam serangkaian buku yang begitu padat ditulis sehingga hampir tidak dapat dibaca (yang secara ironis diberi judul Understanding Media [1964] adalah contoh yang bagus).
Medium Adalah Pesan
Meskipun demikian, McLuhan menggaris bawahi visinya mengenai perubahan yang sedang berlangsung sebagai akibat dari penyebaran radio dan televisi. Ia memproklamirkan bahwa medium adalah pesan itu sendiri (dan pesannya). Dengan perkataan lain, bentuk-bentuk baru media mentranformasikan (pesan) pengalaman kita kan diri kita masyarakat kita, serta pengaruh ini sangat jauh lebih penting dari pada konten yang ditransmisikan dalam pesan spesifikasinya sendiri-teknologi menentukan pengalaman
Desa Global
McLuhan menemukan beberapa frase dan istilah yang telah menjadi bagian kosakata lazim yang kita gunakan untuk membicarakan media dan masyarakat. Ia menggunakan istilah desa global untuk mengacu pada bentuk baru organisasi sosial yang jelas akan muncul ketika media elektronik secara bersamaan mengikat seluruh dunia menjadi satu sistem sosial, politik, dan cultural yang besar. Tidak seperti Innis, McLuhan tidak memusingkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kendali atas desa ini dan atau anggota desa mana yang harus dieksploitasi. Bagi McLuhan, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak penting. Ia lebih mementingkan isu-isu mikroskopik, dampak media terhadap indra kita dan kemana pengaruh ini terhadap indra kita.
   McLuhan menyatakan bahwa media adalah perpanjangan manusia dan berargumen bahwa media secara harfiah memanjangkan pandangan, pendengaran, serta sentuhan melalui ruang dan waktu. Media elektronik akan membuka panorama baru bagi kebanyakan orang dan memungkinkan kita untuk berada dimana-mana pada saat yang bersamaan.
Teori Tecnological Determinism
Teori Tecnological Determinism pertama kali dikemukakan oleh Mcluhan pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa orang beradaptasi dengan lingkunganya melalu semacam keseimbangan pengunaan indera, dan media utama dari setiap masa telah membawa kesesimbangan indera tertentu, sehingga mempengaruhi persepsi orang-orangnya. McLuhan melihat media sebagai perpanjangan kemapuan dan indera manusia (the extension of man).
Menurut McLuhan, teknologi telah membentuk cara berpikir dan berprilaku individu dalam masyarakat. Teknologi telah mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain.

3.     Denis Mc Quail
Denis Mc Quail (lahir 1935) adalah salah satu pencetus teori komunikasi, Profesor Emeritus di Universitas Amsterdam, yang dianggap sebagai salah satu sarjana paling berpengaruh di bidang studi komunikasi massa. Ia telah menerbitkan buku secara luas dalam bidang komunikasi politik dan teori komunikasi. Yang paling terkenal adalah kontribusinya terhadap pendidikan publik, tentang teori komunikasi. Karyanya telah berpusat pada penjelasan teori komunikasi dan aplikasinya. Dia bersikeras menginformasikan kepada publik mengenai manfaat dan bahaya dari komunikasi massa. Amsterdam adalah sekolah komunikasi penelitian (ASCoR) yang didirikan oleh Denis Mc Quail sebagai lambing penghargaan kehormatan yang diberikan kepadanya setiap tahun atas artikel terbaiknya yang memajukan teori komunikasi sejak 2006.
Mc Quail adalah Profesor Emeritus di Universitas Amsterdam dan dosen di departemen politik di Universitas Southampton. Buku Mc Quail berikutnya, teori komunikasi massa, membahas secara lebih rinci konsep komunikasi massa. Secara khusus, ini berbicara tentang pentingnya media massa dan bagaimana hal itu mempengaruhi perorangan dan masyarakat daripada berfokus pada definisi model secara umum.
Menurut Denis McQuail (2000), media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (universality of reach), bersifat publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa. Karakteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya kontemporer dewasa ini. Dari perspektif politik, media massa telah menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi karena menyediakan arena dan saluran bagi debat publik, menjadikan calon pemimpin politik dikenal luas masyarakat dan juga berperan menyebarluaskan berbagai informasi dan pendapat.
Dari perspektif budaya, media massa telah menjadi acuan utama untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara, dan media massa memberikan gambaran atas realitas sosial. Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang. Peran media massa dalam ekonomi juga terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya pertumbuhan industri media, diversifikasi media massa dan konsolidasi kekuatan media massa di masyarakat.
Peran media massa yang besar menyebabkan media massa telah menjadi perhatian penting masyarakat. Media massa telah menjadi objek perhatian dan objek peraturan. Media massa juga menjadi objek penelitian hingga menghasilkan berbagai teori komunikasi massa. Dalam bidang politik, penentuan sikap tindak demokratis atau tidak demokratis suatu organisasi ataupun individu sudah semakin tergantung pada media massa. Keputusan atau pembahasan atas berbagai isu sosial penting saat ini sudah harus memperhitungkan peranan media massa, baik itu untuk tujuan baik atau sebaliknya, beserta dampaknya.
Mc Quail 1983 berargumen bahwa terdapat tiga unsure kunci bagi semua teori media, setidaknya jika kita berharap untuk menyelidiki hubungan antara komunikasi massa dan perubahan sosial selama satu periode waktu.
1.  Teknologi komunikasi
2.  Bentuk dan isi materi media
3.  Perubahan sosial itu sendiri – merujuk kepada struktur sosial, perkembangan institusi-institusi dan pelbagai pergeseran dalam kepercayaan dan sikap public.
Mc Quail 1996,  mengemukakan pembedaan anatara teori-teori tentang apa yang dia sebut sebagai domain sosial dan teori-teori tenatng domain budaya.

4.    Paulo Saukko
Paula Saukko peneliti dan pengajar yang berfokus pada kesehatan, metode kualitatif dan media baru. Dia telah melakukan penelitian pada wacana diagnostik dan pengalaman hidup dari anoreksia, pengalaman individu kerentanan genetik dan pengujian pada penyakit jantung, pencegahan serta pemasaran langsung kepada konsumen tes genetik. Sebagai seorang sarjana interdisipliner dia bekerja di seluruh disiplin ilmu Sosiologi, komunikasi dan ilmu kesehatan dan mempublikasikan dalam jurnal dari ilmu sosial & Kedokteran dan Annals of Internal Medicine kepada kajian kritis di Media komunikasi.
Karyanya telah didanai oleh Wellcome Trust, ekonomi dan sosial Research Council dan Department of Health. Paula Saukko mengajarkan metode kualitatif dan sosiologi medis di media baru dan tingkat sarjana di tingkat pascasarjana. Dia sedang mengawasi doktor penelitian pada masyarakat Pro anoreksia, seks indoor, siswa penggunaan obat-obatan peningkatan dan suplemen, Cacat fisik remaja penggunaan media baru dan pengalaman dari kelebihan berat badan dalam masyarakat yang kekurangan. Dia saat ini adalah Direktur Program BSC.
Kajian budaya sebagai suatu disiplin ilmu (akademik) yang mulai berkembang di wilayah Barat (1960-an), seperti Inggris, Amerika, Eropa (kontinental), dan Australia mendasarkan suatu pengetahuan yang disesuaikan dengan konteks keadaan dan kondisi etnografi serta kebudayaan mereka. Pada tahap kelanjutannya di era awal abad 21 kajian budaya dipakai di wilayah Timur untuk meneliti dan menelaah konteks sosial di tempat-tempat yang jarang disentuh para praktisi kajian budaya Barat, antara lain Afrika, Asia, atau Amerika Latin. Secara institusional, kajian budaya menelurkan berbagai karya berupa buku-buku, jurnal, diktat, matakuliah bahkan jurusan di universitas-universitas.
Senada dengan yang dikemukakan oleh Chris Barker, Paula Sakko (2003), mengemukakan bahwa kajian budaya mengambil bentuk kajian yang dicirikan dengan topik lived experience (pengalaman yang hidup), discourse (wacana), text (teks) dan social context (konteks sosial). Jadi, metodologi dalam kajian budaya ini tersusun atas wacana, pengalaman hidup, teks, dan konteks sosial dengan menggunakan analisis yang luas mengenai interaksi antara ‘yang hidup’, yang dimediasi, keberyakinan (agama), etnik, tergenderkan, serta adanya dimensi ekonomi dan politik dalam dunia jaman sekarang (modern/kapitalis).
Bagi Saukko, hal yang paling fundamental dalam “kajian budaya”, pertama, ketertarikan dalam budaya yang secara radikal berbeda dari budaya yang ada (high culture to low culture/popular), kedua, analisis dengan kritis budaya yang menjadi bagian integral dari pertarungan dan budaya (teks dan konteks sosial). Hal yang harus dipenuhi dalam memandang konteks sosial adalah sensitifitas pada konteks sosial dan kepedulian pada kesejarahan.
Sedangkan yang menjadi bagian terpenting dari metodologi kajian budaya dan dianggap good/valid research adalah truthfulness, self-reflexivity, polivocality. Dan, menerapkan sebuah validitas dekonstruktif yang biasa digunakan oleh peneliti pascastrukturalis, yaitu postmodern excess (Baudrillard), genealogical historicity (Foucalt), dan deconstructive critique (Derrida). Pada kerangka bagan yang dibuat Saukko dalam bukunya itu, Truthfullness digambarkan dengan paradigma; ontologi, epistemologi, metapora, tujuan penelitian dan politik yang disandingkan dengan model triangulasi, prism, material semiotic dan dialogue.
Self-reflexivity ditempatkan pada jalur seperti yang digunakan teori sosial kritis yang dilandaskan pada kritik ideologi dan peran atas basis kesadaran yang merepresentasikan ruang dialog dan wacana saling bertemu, mempengaruhi, mengaitkan berbagai kepentingan, pola kekuasaan serta konteks sosial dan sejarahnya.
Polivocality menyematkan berbagai pandangan yang berbeda (atau suara) dengan cakupan teori-teori yang saling mengisi dan dengan mudah dapat didukung satu sama lain, meski ini membutuhkan ketelitian dalam mengkombinasikan pandangan-pandangan lain agar memberikan kesesuaian bagi karekater akademis Kajian budaya.
Paradigma yang digunakan mengambil model triangulasi yang berupaya mengkombinasikan berbagai macam bahan atau metode-metode untuk melihat apakah saling menguatkan satu sama lain. Maka, kajian budaya sangat berpotensi memberikan peluang bagi suatu kajian yang baru dan menarik minat mahasiswa. Validitas (keabsahan) penelitian dalam Cultural Studies yang menuju ‘kebenaran’ (truth) maka yang dipakai adalah triangulation.

5.    Dedy Mulyana
Profesor Deddy Mulyana saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad). Pria kelahiran Bandung, 28 Januari 1958 ini telah lama melalang buana di bidang akademik. Selain sebagai seorang akademisi, Prof. Deddy juga dikenal luas sebagai seorang penulis buku. Sebagian besar karya Deddy membahas mengenai ilmu komunikasi.
Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi budaya. Karena itulah menjelaskan keterkaitan kedua unsur ini menjadi sedikit rumit.
Budaya dapat mempengaruhi proses dimana seseorang mempersepsi suatu realitas. Semua komunitas dalam semua tempat selalu memanifestasikan atau mewujudnyatakan apa yang menjadi pandangan mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya pula, komunikasi membantu kita dalam mengkreasikan realitas budaya dari suatu komunitas.
Kepercayaan dalam pandangan Mulyana (2004) adalah suatu persepsi pribadi. Kepercayaan merujuk pada pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas tertentu, tidak peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak. Berikut dicontohkan Mulyana:
·    Berdoa membantu menyembuhkan penyakit.
·    Bersiul di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah.
·    Menabrak kucing hitam akan membawa kemalangan.
·    Angka 9 adalah angka keberuntungan, dll.
Dalam pandangan Mulyana (2004:43), nilai merupakan kepercayaan yang relatif bertahan lama akan suatu benda, peristiwa, dan fenomena berdasarkan kriteria tertentu. sebagai aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan. Dimensi evaluatif dari nilai-nilai ini meliputi kualitas kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan.
Nilai-nilai budaya tersebut kemudian dipakai oleh seseorang menjadi rujukan dalam mempersepsi apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan yang salah, sejati dan palsu, positif dan negatif, dll. Nilai-nilai rujukan ini kemudian akan mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang sehingga dapat membedakan atau mentaati perilaku yang mana yang harus dilakukan dan perilaku komunikasi yang seperti apa yang harus dihindari
Pandangan dunia (world view)
pandangan dunia merupakan salah satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antarbudaya. Pandangan dunia berkaitan erat dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dll.
Deddy Mulyana (2004:32-4) kemudian menegaskan, pandangan dunia mempengaruhi pemaknaan suatu pesan. Sebagai salah satu unsur budaya, jelas bahwa pandangan dunia mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain. Dicontohkan Mulyana, karena kepercayaan seseorang yang teguh akan agamanya maka akan mendorongnya untuk bertindak hati-hati, tidak berbohong, menghina atau memfitnah orang lain, karena meyakini semua tindakan komunikasinya itu kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Salah satu kategori pandangan dunia adalah agama.  Hal ini terjadi karena agama lazimnya terdapat ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, alam semesta, dan Tuhan.
Bagaimana Komunikasi mempengaruhi Budaya?
Dijelaskan, bahwa budaya tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang. Jadi jelaslah bahwa perilaku-perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga melahirkan suatu kharakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan/budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas komunikasi dari seorang anggota budaya dapat merepresentasikan kepercayaan, nilai, sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dasar dan esensial suatu budaya.
Budaya kita dibentuk oleh cara kita berkomunikasi. Ada beberapa tahapan yang dapat disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi membuat perubahan budaya. Selanjutnya, perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, “Kita membentuk alat  berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan ini akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri”.

6.    Stephen W Littlejhon
Dr Littlejohn adalah seorang profesor dari komunikasi Universitas Humboldt di California selama 26 tahun. Dr. Littlejohn mengajarkan mediasi dan komunikasi interpersonal C & J, dia mengkhususkan diri dalam pendidikan online. Dia telah menerbitkan beberapa buku-buku dan artikel tentang komunikasi, konflik, dan dialog. Ia juga merupakan mediator profesional dan fasilitator.
Inti Teori Komunikasi
Beberapa teori komunikasi hanya membahas aspek-aspek khusus dari komunikasi seperti teori komunikasi tentang komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi, komunikasi interaktif, komunikasi antarbudaya, serta komunikasi massa. Namun, tidak semua teori komunikasi membahas aspek-aspek khusus tersebut. Beberapa teori komunikasi lebih terfokus pada proses dan konsep umum dalam komunikasi. Maka dari itu, teori komunikasi ini disebut inti teori komunikasi.
Littlejohn (2002:15) mengatakan bahwa teori komunikasi mempunyai inti teori yang mencakup proses-proses dan konsep umum dalam komunikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, berbagai teori komunikasi yang ada pasti memuat beberapa elemen umum ini Littlejohn juga menambahkan bahwa inti teori komunikasi penting karena akan membantu kita memahami komunikasi secara umum. Inti teori juga memberikan pandangan yang jelas tentang proses yang berlangsung kapanpun komunikasi terjadi.
Inti teori komunikasi ini meliputi lima elemen, yaitu:
Produksi pesan merupakan cara penyampaian pesan dalam konteks interaksi dan kultural. Elemen ini menjelaskan bagaimana kita menciptakan apa yang kita tulis, ucapkan dan ekspresikan dengan orang lain. Di samping itu, tujuan dari produksi pesan juga menjadi dasar penting untuk elemen ini.
Littlejohn (2002:15) Interpretasi dan penyampaian makna ini menekankan pada proses pikiran memahami pesan dan timbulnya makna dari interaksi yang terjadi dengan orang lain serta pengaruh budaya. Interpretasi dan pemaknaan merupakan hal yang cukup penting mengingat komunikasi itu sendiri tergantung kepada bagaimana suatu pesan dapat dimengerti dan dinilai. Komunikasi akan berjalan lancar jika komunikator dan komunikan memiliki interpretasi yang sama. Tanpa adanya kesamaan dalam menafsirkan pesan, maka tujuan komunikasi tidak akan tercapai. Seperti halnya dalam proses produksi pesan, perbedaan budaya juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam penginterpretasian pesan. Suatu pesan mungkin akan ditafsirkan berbeda dalam budaya yang berbeda pula.
Struktur pesan secara umum memuat elemen pesan, susunan pesan atau bagaimana pesan-pesan tersebut diorganisasikan. Maksudnya adalah bagaimana pesan disusun atau diorganisasikan agar pesan tersebut efektif. Pesan-pesan juga diatur dan digabung agar mempunyai makna tertentu sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Inti teori ini terdiri dari elemen-elemen yang terkandung dalam pesan baik yang tertulis, lisan maupun bentuk-bentuk nonverbal.
Dinamika interaksi memaparkan relasi dan ketergantungan diantara para komunikator. Dalam berkomunikasi, seorang komunikator membutuhkan orang lain untuk merespon dan juga memberi feedback atas pesan yang telah disampaikannya. Begitu juga sebaliknya, seorang komunikan bisa berganti peran menjadi komunikator ketika dirinya menjadi pihak yang menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Jadi, di sini bisa dikatakan bahwa masing-masing pelaku komunikasi memiliki peran ganda, baik sebagai komunikator maupun komunikan. Selain itu, dinamika interaksi juga menyinggung tentang proses bersama diantara komunikator dalam melahirkan wacana dan juga makna. Dalam berinteraksi dengan orang lain, pemaknaan pesan akan muncul dari kedua belah pihak. Ini mencakup proses memberi dan menerima, produksi dan penerimaan diantara peserta transaksi komunikasi, peserta itu bisa individu maupun kelompok.

Unsur terakhir dalam inti teori komunikasi merupakan dinamika institusi dan masyarakat yang menjelaskan cara kekuasaan dan sumberdaya didistribusikan dalam masyarakat, cara budaya diproduksi, interaksi antar bagian masyarakat. Budaya merupakan hasil dari interaksi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat.

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com