1.
Chris
Barker
Chris Barker adalah salah
satu professor ilmu komunikasi di University of Wollongong, Australia yang
menulis buku tentang cultural studies. Buku yang ditulis berbeda dengan
persepsi buku-buku lain. Di dalam bukunya ia menjelaskan bahwa cultural studies
memiliki sifat antidisipilin sekaligus multidisiplin. Dikatakan antidisiplin
karena cara penyelidikannya tak mengikuti aturan standar seperti diterapkan
pada disiplin ilmu lain. Disebut multidisiplin karena ia mencakup banyak hal,
berisi berbagai perspektif yang bersaing.
Dalam wilayah akademis,
cultural studies mempelajari kebudayaan sebagai praktek pemaknaan dalam konteks
kekuasaan sosial. Dalam operasinya, ia menggunakan beragam teori, termasuk
marxisme, strukturalisme, pascastrukturalisme, dan feminisme. Dengan metode
yang eklektis, cultural studies menegaskan posisionalitas semua pengetahuan,
termasuk dirinya sendiri, yang berputar di sekitar ide-ide kunci seperti
budaya, praktek pemaknaan, representasi, wacana, kekuasaan, artikulasi, teks,
pembaca, dan konsumsi.
Walaupun berpredikat sebagai
praktek intelektual yang multidisiplin, antidisiplin, dan sulit terdefinisi,
Barker mengklaim bahwa kajian ini bukan berarti tak memiliki acuan sedikit pun.
Ia memberikan beberapa karakteristik. Pertama, relasi kuasa. Cultural studies
bertujuan mengungkapkan bagaimana hubungan kekuasaan memberikan dampak luas dan
membentuk praktek kebudayaan.
Menurut Barker, inti kajian
budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik
pemaknaan dari representasi. Teori budaya marxis yang menggali kebudayaan
sebagai wilayah ideologi yang lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana
(discourse) dan praktik budaya seperti layaknsya media berupa teks-teks
(sosial, ekonomi, politik).
Chris Barker (2000) mengakui
bahwa kajian budaya tidak memiliki titik acuan yang tunggal. Selain itu, kajian
budaya memang terlahir dari indung alam pemikiran
strukturalis/pascastrukturalis yang multidisipliner dan teori kritis
multidisipliner, terutama di Inggris dan Eropa kontinental. Artinya kajian
budaya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis disiplin ilmu lain yang
dikembangkan secara lebih longgar sehingga mencakup potongan-potongan model
dari teori yang sudah ada dari para pemikir strukturalis/pascastrukturalis.
Sedangkan teori sosial kritis sebenarnya sudah mendahului tradisi disiplin
“kajian budaya” melalui kritik ideologinya yang dikembangkan Madzhab Frankfurt.
Sebuah kritik yang dimaknai dari pandangan Kantian, Hegelian, Marxian, dan
Freudian. Sehubungan dengan karakter akademis.
Teori yang dicetuskan oleh
Chris Barker salah satunya adalah teori multidisipliner, yang mana dalam teori
ini memandang budaya tidak hanya terpaku pada satu persepsi saja, melainkan
berbagai perspektif yang bersaing.
2.
Mc Luhan
Selama tahun 1960-an, seorang
peneliti sastra Kanada, Marshal McLuhan, mendapatkan sorotan dunia sebagai
seseorang yang memiliki pemahman mendalam mengenai media elektronik dan
dampaknya, baik terhadap budaya maupun masyarakat McLuhan sangat terlatih dalam
kritisme sastra, tetapi juga membaca teori dan sejarah secara luas. Meskipun
karya-karyanya mengandung sedikit kutipan dari Marx (McLuhan sesungguhnya
mengecam Marx karena mengabaikan komunikasi), ia meletakan dasar pijakan
pemahamannya mengenai peran historis media pada karya Harold Innis, seorang
ahli ekonomi politik Kanada. Toh, dalam teorinya, McLuhan menyintesisikan
banyak gagasan lain yang beragam.
“Teori” McLuha sesungguhnya
adalah kumpulan banyak gagasan menarik yang diikat oleh beberapa asumsi
bersama. Gagasan yang paling sentral adalah bahwa perubahan dalam teknologi
komunikasi secara tidak terhindarkan menghasilkan perubahan mendalam, baik
dalam tatanan budaya maupun sosial. Bahkan, meskipun McLuhan menggunakan
teori-teori budaya kritis seperti teori ekonomi politik untuk mengembangkan
perspektifnya, karyanya ditolak oleh para ahli ekonomi politik karena gagal
memberikan basis di mana perubahan sosial positif dapat mulai diciptakan.
McLuhan tidak mempunyai hubungan dengan gerakan sosial atau politik apa pun. Ia
tampak siap untuk menerima perubahan apa pun yang didiktekan dan inheren dalam
teknologi komunikasi. Oleh karena ia berargumen bahwa teknologi secara tidak
terhindarkan menyebabkan perubahan tertentu dalam cara orang berpikir, dalam
cara masyarakat dibangun, dan dalam bentuk budaya yang diciptakan, McLuhan disebut
sebagai determinasi teknologi.
McLuhan: Memahami Media
Walaupun meminjam secara
bebas dai Innis, McLuhan tidak berkutat dengan isu ekspolitasi atau kedali yang
terpusat pandangan-pandangannya mengenai dampak-dampak cultural media yang didominasi kapitaslis jauh lebih
optimistis daripada pandangan Mazhab Frankfurt. Ia terpesona oleh implikasi
argument Innis mengenai kekuatan transformative teknologi media. McLuhan tidak
takut dengan cara-cara kekuasaan tersebut dijalankan oleh para elite. Jika
teknologi sendiri itu menentukan bagaimana hal tersebut itu digunakan, maka tidak ada yang perlu ditakutkan dari
elite. Jika media dapat digunakan untuk menciptakan kekaisaran, maka apalagi
yang bisa dilakukan olehnya? Apakah mungkin media dapat mentransformasikan
pengalam indrawi kita sekaligus tatanan sosila kita? Lagi pula, membaca buku
dan meonton film atau acara televisi dilakukan dengan organ dan indra yang
berbeda. Selama tahun 1960-an, kita jelas bergerak dari suatu masa yang
berpihak pada teknologi cetak menuju teknologi media berbasis elektronik.
McLuhan mengajukan satu pertanyaan penting, ”jika teknologi komunikasi
memainkan peran yang demikian penting dalam munculnya tatanan sosial baru dan
bentuk budaya yang baru, apa implikasi meninggalkan media cetak demi media
elektronik?”ia melakukanya dalam serangkaian buku yang begitu padat ditulis
sehingga hampir tidak dapat dibaca (yang secara ironis diberi judul
Understanding Media [1964] adalah contoh yang bagus).
Medium Adalah Pesan
Meskipun demikian, McLuhan
menggaris bawahi visinya mengenai perubahan yang sedang berlangsung sebagai
akibat dari penyebaran radio dan televisi. Ia memproklamirkan bahwa medium
adalah pesan itu sendiri (dan pesannya). Dengan perkataan lain, bentuk-bentuk
baru media mentranformasikan (pesan) pengalaman kita kan diri kita masyarakat
kita, serta pengaruh ini sangat jauh lebih penting dari pada konten yang
ditransmisikan dalam pesan spesifikasinya sendiri-teknologi menentukan
pengalaman
Desa Global
McLuhan menemukan beberapa
frase dan istilah yang telah menjadi bagian kosakata lazim yang kita gunakan
untuk membicarakan media dan masyarakat. Ia menggunakan istilah desa global
untuk mengacu pada bentuk baru organisasi sosial yang jelas akan muncul ketika
media elektronik secara bersamaan mengikat seluruh dunia menjadi satu sistem
sosial, politik, dan cultural yang besar. Tidak seperti Innis, McLuhan tidak
memusingkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kendali atas desa ini dan atau
anggota desa mana yang harus dieksploitasi. Bagi McLuhan, pertanyaan-pertanyaan
tersebut tidak penting. Ia lebih mementingkan isu-isu mikroskopik, dampak media
terhadap indra kita dan kemana pengaruh ini terhadap indra kita.
McLuhan menyatakan bahwa media adalah perpanjangan manusia dan
berargumen bahwa media secara harfiah memanjangkan pandangan, pendengaran,
serta sentuhan melalui ruang dan waktu. Media elektronik akan membuka panorama
baru bagi kebanyakan orang dan memungkinkan kita untuk berada dimana-mana pada
saat yang bersamaan.
Teori
Tecnological Determinism
Teori Tecnological
Determinism pertama kali dikemukakan oleh Mcluhan pada tahun 1962 dalam
tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. Asumsi dasar
teori ini adalah bahwa orang beradaptasi dengan lingkunganya melalu semacam
keseimbangan pengunaan indera, dan media utama dari setiap masa telah membawa
kesesimbangan indera tertentu, sehingga mempengaruhi persepsi orang-orangnya.
McLuhan melihat media sebagai perpanjangan kemapuan dan indera manusia (the
extension of man).
Menurut McLuhan, teknologi telah membentuk cara berpikir dan
berprilaku individu dalam masyarakat. Teknologi telah mengarahkan manusia untuk
bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain.
3.
Denis Mc
Quail
Denis Mc Quail (lahir 1935)
adalah salah satu pencetus teori komunikasi, Profesor Emeritus di Universitas
Amsterdam, yang dianggap sebagai salah satu sarjana paling berpengaruh di
bidang studi komunikasi massa. Ia telah menerbitkan buku secara luas dalam
bidang komunikasi politik dan teori komunikasi. Yang paling terkenal adalah
kontribusinya terhadap pendidikan publik, tentang teori komunikasi. Karyanya
telah berpusat pada penjelasan teori komunikasi dan aplikasinya. Dia bersikeras
menginformasikan kepada publik mengenai manfaat dan bahaya dari komunikasi
massa. Amsterdam adalah sekolah komunikasi penelitian (ASCoR) yang didirikan oleh
Denis Mc Quail sebagai lambing penghargaan kehormatan yang diberikan kepadanya setiap
tahun atas artikel terbaiknya yang memajukan teori komunikasi sejak 2006.
Mc Quail adalah Profesor
Emeritus di Universitas Amsterdam dan dosen di departemen politik di
Universitas Southampton. Buku Mc Quail berikutnya, teori komunikasi massa,
membahas secara lebih rinci konsep komunikasi massa. Secara khusus, ini
berbicara tentang pentingnya media massa dan bagaimana hal itu mempengaruhi
perorangan dan masyarakat daripada berfokus pada definisi model secara umum.
Menurut Denis McQuail (2000),
media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam
jumlah besar dan luas (universality of reach), bersifat publik dan mampu
memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa.
Karakteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan
budaya kontemporer dewasa ini. Dari perspektif politik, media massa telah
menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi karena menyediakan arena dan
saluran bagi debat publik, menjadikan calon pemimpin politik dikenal luas
masyarakat dan juga berperan menyebarluaskan berbagai informasi dan pendapat.
Dari perspektif budaya, media
massa telah menjadi acuan utama untuk menentukan definisi-definisi terhadap
suatu perkara, dan media massa memberikan gambaran atas realitas sosial. Media
massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan
menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang. Peran media massa dalam
ekonomi juga terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya pertumbuhan industri
media, diversifikasi media massa dan konsolidasi kekuatan media massa di
masyarakat.
Peran media massa yang besar
menyebabkan media massa telah menjadi perhatian penting masyarakat. Media massa
telah menjadi objek perhatian dan objek peraturan. Media massa juga menjadi
objek penelitian hingga menghasilkan berbagai teori komunikasi massa. Dalam
bidang politik, penentuan sikap tindak demokratis atau tidak demokratis suatu
organisasi ataupun individu sudah semakin tergantung pada media massa.
Keputusan atau pembahasan atas berbagai isu sosial penting saat ini sudah harus
memperhitungkan peranan media massa, baik itu untuk tujuan baik atau
sebaliknya, beserta dampaknya.
Mc Quail 1983 berargumen
bahwa terdapat tiga unsure kunci bagi semua teori media, setidaknya jika kita
berharap untuk menyelidiki hubungan antara komunikasi massa dan perubahan
sosial selama satu periode waktu.
1. Teknologi
komunikasi
2. Bentuk
dan isi materi media
3. Perubahan
sosial itu sendiri – merujuk kepada struktur sosial, perkembangan
institusi-institusi dan pelbagai pergeseran dalam kepercayaan dan sikap public.
Mc Quail 1996, mengemukakan pembedaan anatara teori-teori
tentang apa yang dia sebut sebagai domain sosial dan teori-teori tenatng domain
budaya.
4.
Paulo
Saukko
Paula Saukko peneliti dan
pengajar yang berfokus pada kesehatan, metode kualitatif dan media baru. Dia
telah melakukan penelitian pada wacana diagnostik dan pengalaman hidup dari
anoreksia, pengalaman individu kerentanan genetik dan pengujian pada penyakit
jantung, pencegahan serta pemasaran langsung kepada konsumen tes genetik.
Sebagai seorang sarjana interdisipliner dia bekerja di seluruh disiplin ilmu Sosiologi,
komunikasi dan ilmu kesehatan dan mempublikasikan dalam jurnal dari ilmu sosial
& Kedokteran dan Annals of Internal Medicine kepada kajian kritis di Media
komunikasi.
Karyanya telah didanai oleh
Wellcome Trust, ekonomi dan sosial Research Council dan Department of Health.
Paula Saukko mengajarkan metode kualitatif dan sosiologi medis di media baru
dan tingkat sarjana di tingkat pascasarjana. Dia sedang mengawasi doktor
penelitian pada masyarakat Pro anoreksia, seks indoor, siswa penggunaan obat-obatan
peningkatan dan suplemen, Cacat fisik remaja penggunaan media baru dan
pengalaman dari kelebihan berat badan dalam masyarakat yang kekurangan. Dia
saat ini adalah Direktur Program BSC.
Kajian budaya sebagai suatu
disiplin ilmu (akademik) yang mulai berkembang di wilayah Barat (1960-an),
seperti Inggris, Amerika, Eropa (kontinental), dan Australia mendasarkan suatu
pengetahuan yang disesuaikan dengan konteks keadaan dan kondisi etnografi serta
kebudayaan mereka. Pada tahap kelanjutannya di era awal abad 21 kajian budaya
dipakai di wilayah Timur untuk meneliti dan menelaah konteks sosial di
tempat-tempat yang jarang disentuh para praktisi kajian budaya Barat, antara
lain Afrika, Asia, atau Amerika Latin. Secara institusional, kajian budaya
menelurkan berbagai karya berupa buku-buku, jurnal, diktat, matakuliah bahkan
jurusan di universitas-universitas.
Senada dengan yang
dikemukakan oleh Chris Barker, Paula Sakko (2003), mengemukakan bahwa kajian
budaya mengambil bentuk kajian yang dicirikan dengan topik lived experience
(pengalaman yang hidup), discourse (wacana), text (teks) dan social context
(konteks sosial). Jadi, metodologi dalam kajian budaya ini tersusun atas
wacana, pengalaman hidup, teks, dan konteks sosial dengan menggunakan analisis
yang luas mengenai interaksi antara ‘yang hidup’, yang dimediasi, keberyakinan
(agama), etnik, tergenderkan, serta adanya dimensi ekonomi dan politik dalam
dunia jaman sekarang (modern/kapitalis).
Bagi Saukko, hal yang paling
fundamental dalam “kajian budaya”, pertama, ketertarikan dalam budaya yang
secara radikal berbeda dari budaya yang ada (high culture to low
culture/popular), kedua, analisis dengan kritis budaya yang menjadi bagian
integral dari pertarungan dan budaya (teks dan konteks sosial). Hal yang harus
dipenuhi dalam memandang konteks sosial adalah sensitifitas pada konteks sosial
dan kepedulian pada kesejarahan.
Sedangkan yang menjadi bagian
terpenting dari metodologi kajian budaya dan dianggap good/valid research
adalah truthfulness, self-reflexivity, polivocality. Dan, menerapkan sebuah
validitas dekonstruktif yang biasa digunakan oleh peneliti pascastrukturalis,
yaitu postmodern excess (Baudrillard), genealogical historicity (Foucalt), dan
deconstructive critique (Derrida). Pada kerangka bagan yang dibuat Saukko dalam
bukunya itu, Truthfullness digambarkan dengan paradigma; ontologi,
epistemologi, metapora, tujuan penelitian dan politik yang disandingkan dengan
model triangulasi, prism, material semiotic dan dialogue.
Self-reflexivity ditempatkan
pada jalur seperti yang digunakan teori sosial kritis yang dilandaskan pada
kritik ideologi dan peran atas basis kesadaran yang merepresentasikan ruang
dialog dan wacana saling bertemu, mempengaruhi, mengaitkan berbagai
kepentingan, pola kekuasaan serta konteks sosial dan sejarahnya.
Polivocality menyematkan
berbagai pandangan yang berbeda (atau suara) dengan cakupan teori-teori yang
saling mengisi dan dengan mudah dapat didukung satu sama lain, meski ini
membutuhkan ketelitian dalam mengkombinasikan pandangan-pandangan lain agar
memberikan kesesuaian bagi karekater akademis Kajian budaya.
Paradigma yang digunakan
mengambil model triangulasi yang berupaya mengkombinasikan berbagai macam bahan
atau metode-metode untuk melihat apakah saling menguatkan satu sama lain. Maka,
kajian budaya sangat berpotensi memberikan peluang bagi suatu kajian yang baru
dan menarik minat mahasiswa. Validitas (keabsahan) penelitian dalam Cultural
Studies yang menuju ‘kebenaran’ (truth) maka yang dipakai adalah triangulation.
5.
Dedy
Mulyana
Profesor Deddy Mulyana saat
ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas
Padjadjaran (Unpad). Pria kelahiran Bandung, 28 Januari 1958 ini telah lama
melalang buana di bidang akademik. Selain sebagai seorang akademisi, Prof.
Deddy juga dikenal luas sebagai seorang penulis buku. Sebagian besar karya
Deddy membahas mengenai ilmu komunikasi.
Budaya dan komunikasi
memiliki hubungan timbal balik. Budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya
komunikasi mempengaruhi budaya. Karena itulah menjelaskan keterkaitan kedua
unsur ini menjadi sedikit rumit.
Budaya dapat mempengaruhi
proses dimana seseorang mempersepsi suatu realitas. Semua komunitas dalam semua
tempat selalu memanifestasikan atau mewujudnyatakan apa yang menjadi pandangan
mereka terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya pula, komunikasi membantu
kita dalam mengkreasikan realitas budaya dari suatu komunitas.
Kepercayaan dalam pandangan
Mulyana (2004) adalah suatu persepsi pribadi. Kepercayaan merujuk pada
pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas tertentu, tidak
peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak.
Berikut dicontohkan Mulyana:
·
Berdoa
membantu menyembuhkan penyakit.
·
Bersiul
di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah.
·
Menabrak
kucing hitam akan membawa kemalangan.
·
Angka 9
adalah angka keberuntungan, dll.
Dalam
pandangan Mulyana (2004:43), nilai merupakan kepercayaan yang relatif bertahan
lama akan suatu benda, peristiwa, dan fenomena berdasarkan kriteria tertentu. sebagai
aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan. Dimensi evaluatif dari
nilai-nilai ini meliputi kualitas kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan
memuaskan kebutuhan dan kesenangan.
Nilai-nilai
budaya tersebut kemudian dipakai oleh seseorang menjadi rujukan dalam
mempersepsi apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan yang salah,
sejati dan palsu, positif dan negatif, dll. Nilai-nilai rujukan ini kemudian
akan mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang sehingga dapat membedakan atau mentaati
perilaku yang mana yang harus dilakukan dan perilaku komunikasi yang seperti
apa yang harus dihindari
Pandangan
dunia (world view)
pandangan
dunia merupakan salah satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perseptual
komunikasi antarbudaya. Pandangan dunia berkaitan erat dengan orientasi suatu
budaya terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dll.
Deddy
Mulyana (2004:32-4) kemudian menegaskan, pandangan dunia mempengaruhi pemaknaan
suatu pesan. Sebagai salah satu unsur budaya, jelas bahwa pandangan dunia
mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain. Dicontohkan Mulyana, karena
kepercayaan seseorang yang teguh akan agamanya maka akan mendorongnya untuk
bertindak hati-hati, tidak berbohong, menghina atau memfitnah orang lain,
karena meyakini semua tindakan komunikasinya itu kelak harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Salah satu kategori pandangan dunia
adalah agama. Hal ini terjadi karena
agama lazimnya terdapat ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia
berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, alam semesta, dan Tuhan.
Bagaimana
Komunikasi mempengaruhi Budaya?
Dijelaskan,
bahwa budaya tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola komunikasi
yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan
identitas budaya seseorang. Jadi jelaslah bahwa perilaku-perilaku komunikasi
yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga melahirkan suatu
kharakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan/budaya komunikasi bagi
suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas komunikasi dari seorang
anggota budaya dapat merepresentasikan kepercayaan, nilai, sikap dan bahkan
pandangan dunia dari budayanya itu. Selain itu, melalui komunikasi dapat pula
memperkuat nilai-nilai dasar dan esensial suatu budaya.
Budaya
kita dibentuk oleh cara kita berkomunikasi. Ada beberapa tahapan yang dapat
disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi membuat perubahan budaya.
Selanjutnya, perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk
kehidupan manusia. Ketiga, “Kita membentuk alat
berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita
gunakan ini akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri”.
6.
Stephen
W Littlejhon
Dr Littlejohn adalah seorang
profesor dari komunikasi Universitas Humboldt di California selama 26 tahun. Dr.
Littlejohn mengajarkan mediasi dan komunikasi interpersonal C & J, dia mengkhususkan
diri dalam pendidikan online. Dia telah menerbitkan beberapa buku-buku dan
artikel tentang komunikasi, konflik, dan dialog. Ia juga merupakan mediator
profesional dan fasilitator.
Inti Teori Komunikasi
Beberapa teori komunikasi
hanya membahas aspek-aspek khusus dari komunikasi seperti teori komunikasi
tentang komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi, komunikasi interaktif,
komunikasi antarbudaya, serta komunikasi massa. Namun, tidak semua teori
komunikasi membahas aspek-aspek khusus tersebut. Beberapa teori komunikasi
lebih terfokus pada proses dan konsep umum dalam komunikasi. Maka dari itu,
teori komunikasi ini disebut inti teori komunikasi.
Littlejohn (2002:15)
mengatakan bahwa teori komunikasi mempunyai inti teori yang mencakup proses-proses
dan konsep umum dalam komunikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
berbagai teori komunikasi yang ada pasti memuat beberapa elemen umum ini
Littlejohn juga menambahkan bahwa inti teori komunikasi penting karena akan
membantu kita memahami komunikasi secara umum. Inti teori juga memberikan
pandangan yang jelas tentang proses yang berlangsung kapanpun komunikasi
terjadi.
Inti teori komunikasi ini
meliputi lima elemen, yaitu:
Produksi pesan merupakan cara
penyampaian pesan dalam konteks interaksi dan kultural. Elemen ini menjelaskan
bagaimana kita menciptakan apa yang kita tulis, ucapkan dan ekspresikan dengan
orang lain. Di samping itu, tujuan dari produksi pesan juga menjadi dasar
penting untuk elemen ini.
Littlejohn (2002:15) Interpretasi
dan penyampaian makna ini menekankan pada proses pikiran memahami pesan dan
timbulnya makna dari interaksi yang terjadi dengan orang lain serta pengaruh
budaya. Interpretasi dan pemaknaan merupakan hal yang cukup penting mengingat
komunikasi itu sendiri tergantung kepada bagaimana suatu pesan dapat dimengerti
dan dinilai. Komunikasi akan berjalan lancar jika komunikator dan komunikan
memiliki interpretasi yang sama. Tanpa adanya kesamaan dalam menafsirkan pesan,
maka tujuan komunikasi tidak akan tercapai. Seperti halnya dalam proses
produksi pesan, perbedaan budaya juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan
dalam penginterpretasian pesan. Suatu pesan mungkin akan ditafsirkan berbeda
dalam budaya yang berbeda pula.
Struktur pesan secara umum
memuat elemen pesan, susunan pesan atau bagaimana pesan-pesan tersebut
diorganisasikan. Maksudnya adalah bagaimana pesan disusun atau diorganisasikan
agar pesan tersebut efektif. Pesan-pesan juga diatur dan digabung agar
mempunyai makna tertentu sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Inti teori
ini terdiri dari elemen-elemen yang terkandung dalam pesan baik yang tertulis,
lisan maupun bentuk-bentuk nonverbal.
Dinamika interaksi memaparkan
relasi dan ketergantungan diantara para komunikator. Dalam berkomunikasi, seorang
komunikator membutuhkan orang lain untuk merespon dan juga memberi feedback
atas pesan yang telah disampaikannya. Begitu juga sebaliknya, seorang komunikan
bisa berganti peran menjadi komunikator ketika dirinya menjadi pihak yang
menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Jadi, di sini bisa dikatakan
bahwa masing-masing pelaku komunikasi memiliki peran ganda, baik sebagai
komunikator maupun komunikan. Selain itu, dinamika interaksi juga menyinggung
tentang proses bersama diantara komunikator dalam melahirkan wacana dan juga
makna. Dalam berinteraksi dengan orang lain, pemaknaan pesan akan muncul dari
kedua belah pihak. Ini mencakup proses memberi dan menerima, produksi dan
penerimaan diantara peserta transaksi komunikasi, peserta itu bisa individu maupun
kelompok.
Unsur terakhir dalam inti
teori komunikasi merupakan dinamika institusi dan masyarakat yang menjelaskan
cara kekuasaan dan sumberdaya didistribusikan dalam masyarakat, cara budaya
diproduksi, interaksi antar bagian masyarakat. Budaya merupakan hasil dari
interaksi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar