Sebuah Cerpen
“kring… kring … kring …” dering saat jarum
jam yang belum genap menuju angka tiga itu telah membuat seorang gadis terkejut
dan segera bangun dari tidurnya. Masih sangat ngantuk yang dirasakannya. Tapi
hari ini dia harus bangun lebih awal dari hari-hari sebelumnya. Beranjak dari
tempat tidur dan segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan menyadarkan
dirinya dengan air dingin yang mengguyur seluruh badannya. Semua penghuni
rumahnya masih terlelap dalam tidurnya. Tapi gadis itu harus mempersiapkan apa
yang diperlukannya sendiri.
Mengawali cerita baru setelah meninggalkan
kisah putih abu-abu yang telah jadi sejarah baginya. Menjalani kisah baru yang
akan dimulai hari ini. Seorang gadis yang belum terlalu mengenal kejamnya dunia
luar. Banyak hal baru yang harus dilaluinya. Adaptasi yang keras harus ia
lalui. Karna dirinya lulusan pondok. Wajarlah, kehidupan dipondok tak begitu
bebas seperti diluar.
Akulah gadis itu. Entah bagaimana keadaan
yang akan ku lalui dalam kisah baruku ini. Sebelumnya aku hanya mengenal dunia
luar yang dulu, tapi yang sekarang, entahlah banyak sekali perubahan yang tak
kusaksikan.
Pagi ini aku harus cepat-cepat bergegas
menuju kampus yang kini jadi tempatku berlabuh tuk menimbah ilmu. Semua
perlengkapan telah aku siapkan sebelumnya. Hari ini tinggal memakainya saja.
Berangkat dan melalui jalanan yang masih sepi pengendara. Tepat pukul 04.30
adzan berkumandang di masjid yang berada dikampus. Aku pun segera mengambil air
wudlu dan mengikuti sholat berjamaah. Belum usai do’a ku panjatkan, terdengar
teriakan yang begitu ricuh diluar.
Awalnya tak kuhiraukan teriakan-teriakan
itu. Namun saat aku mendengar salah satu dari mereka memanggil fakultas ku, aku
tertarik untuk menyimaknya. “fakultas dakwah cepetan ! lari ! lari ! cepet !”
aku pun segera lari menuju gedung fakultas dakwah. Namun ditengah langkahku,
aku terhenti dan tak mampu lagi mengayunkan kakiku. Salah satu kakak panitia
menghampiriku dan berteriak tepat ditelingaku “wooie … enggak bisa lari ta kamu
? cepetan ! jangan enak-enakan jalan !”. pengen tertawa rasanya, karna
sebelumnya aku sudah pernah menjadi panitia seperti mereka di sekolahku dulu.
Setelah semuanya telah berbaris rapi didepan gedung fakultas dakwah.
Kakak-kakak panitia mengajak kita untuk pemanasan bersama. Bernyanyi berbagai
lagu-lagu mahasiswa. Satu jam berlalu, kini saatnya kita makan, tapi “what..?”
beberapa dari kita disuruh maju kedepan gara-gara membawa sendok untuk makan.
Emang sih enggak ada perintah untuk membawa sendok. Alhasil mereka-mereka harus
menerima hukuman.
Dkegiatan berikutnya yang telah tersusun
rapi yaitu sebuah upacara resmi pembukaan “orientasi studi cinta akademik dan
almamater 2013”yang menerbangkan balon-balon keudara bebas.
Kegiatan selanjutnya yaitu menaiki beberapa
anak tangga untuk dapat sampai di aula fakultas dakwah yang berada dilantai
paling atas. Entah berapa ratus jiwa yang memasuki aula saat ini. Mahasiswa
baru dari berbagai jurusan di fakultas dakwah, belum lagi ditambah jumlah para
panitia yang mengawasi jalannya acara yang dimulai hari ini.
Kegiatan berjalan lancar hari ini hingga
matahari beranjak pergi dari tugasnya. Senja pun telah berganti malam. Aku
masih menunggu teman yang akan pulang bareng bersamaku. 30 menit berlalu dalam
penantianku. Akhirnya kulihat seorang gadis yang berlari menghampiriku. Tak
salah lagi, dialah teman yang akan menemani kepulanganku. 20 menit perjalanan
menuju rumah akhirnya berlalu. Aku membuka pintu kamarku dan segerah
menjatuhkan tubuhku diatas kasur tuk sejenak meluruskan tulang punggungku. Eits,
aku g boleh langsung tidur. Kembali bangun dan mandi, kemudian makan dan
melanjutkan sesuatu yang aku tak sabar tuk melakukannya. Baru saja ku pegang
guling dan bantal ku, tapi fikiran ku sudah melayang entah kemana. Terbawa
angin yang terkibas oleh kipas angin yang turut menyenyakkan tidurku. Malam ini
aku tak bermimpi apa-apa. Mungkin karna capeknya aku seharian dengan kegiatan
baruku.
Belum genap pukul tiga pagi, alarmku
kembali berbunyi dan memaksa ku tuk membuka mata dan bersiap tuk menjalani hari
kedua OSCAAR 2013. Peralatan masih sama dengan hari pertama. Tapi kali ini
kisahnya ada yang berbeda. Dari kegiatan awal baik-baik saja, namun saat
pemeriksaan atribut, aku kenak deh sama kakak-kakak senior itu.
Aku dan beberapa maba disuruh joget
“caisar”, oh my God, I can’t do it. Semua kakak senior mengeluarkan suara-suara
bentakan kepada kita semua. Ah, entah itu ngomong apa , g penting. Karna
diantara omongan mereka ada yang tak patut ditiru. Hanya satu yang menjadi pertanyaan
tersendiri bagiku. Salah seorang kakak senior berkata tepat didepanku “ini
namanya degadrasi, mahasiswa kok berjiwa seperti ini , mau jadi apa Indonesia
kedepan ?.”
Memang benar dari kalimat itu, dari semua
kata yang terucap, menurut ku hanya kalimat itu yang berarti bagiku. Entah
kakak siapa yang melontarkan kalimat itu. Memberkanku rasa penasaran akan arti
dari kata “degadrasi”. Arti apa yang terkandung dalam kata itu. Sebelumnya
belum pernah kudengar kata itu, memang begitu asing.
Selanjutnya kami yang berdiri dengan
kesalahan kami ini melakukan apa saja yang jadi perintah dari kakak-kakak
senior.
Padahal cuman sedikit kesalahan yang aku
lakukan, tapi hukumannya disamakan dengan anak-anak yang kesalahannya banyak.
Sebuah hukuman yang menjadi kesan tersendiri bagiku. Meski sungguh memalukan
bila dingat, tapi rasanya pengen mengulang kembali hal lucu tersebut, gokil
abiz dech.
Kegiatan selanjutnya yaitu pemberian materi
oleh beberapa pemateri yang telah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari.
Lumayan membosankan saat pemberian materi, tapi kita harus melalui itu semua
untuk bias jadi mahasiswa.
Setelah materi utuh diberikan, kemudian
sesi pertanyaan telah dibuka, ada rasa takut, malu dan enggak berani untuk maju
dan bertanya. Tapi ada sebuah pertanyaan yang jadi penasaran dalam otak ku.
Dengan penuh percaya diri aku beranikan bertanya untuk melengkapi pengetahuanku
yang masih mengganjal maknanya.
Saat aku berdiri dan melihat kakak yang
duduk didepan sebagai moderator, mengingatkanku pada kakakyang memberikan aku
pertanyaan yang belum terjawab tadi. Tak salah lagi, dia adalah kakak yang
memarahiku tadi pagi. Bertambah campur aduk yang aku rasakan, percaya diriku
agak berkurang. Tapi sudah terlanjur aku mengangkat tangan tuk bertanya. Pertanyaan
yang ingin aku tanyakan entah pergi kemana. Jadi apa yang aku tanyakan tak
seperti sebelumnya.
Tapi untunglah, dari jawaban yang diberikan
oleh pematerri memberikan aku masukan untuk segera mengetahui apa yang
sebenarnya jadi pertanyaanku. “apa yang kalian tidak ketahui, memberikan
jawaban atas pertanyaanku.
Kegiatan berjalan seperti hari sebelumnya.
Namun saat sore harinya ada kegiatan yang berbeda dari hari pertama. Yaitu
lomba orasi dari setiap fakultas. Teriakan support terdengar dan bergema di
lapangan yang begitu luas. Tak kalah juga dengan dukungan dari fakultas dakwah,
semua bersorak untuk menyemangati teman kita yang menjadi perwakilan untuk
menjadi orator. Sayngnya aku sama sekali tak ada keinginan untuk menjadi
orator.
Berakhir dengan meriah, karna teman kita
yang menjadi perwakilan dari fakultas dakwah meraih juara dua.
Malam ini kembali kuterlelap tanpa sadar
sesaat saja menyentuh teman tidurku, bantal dan guling. Malam ini tak terlalu
cepat seperti malam kemaren. Karna ada sebuah kisah singkat yang hadir dalam
tidurku. Entah jam berapa aku mengalaminya. Kejadian pagi tadi terulang
kembali, sebuah cerita singkat saat aku dimarahin oleh kakak senior.
Belum genap jam tiga suara dering alarm ku
kembali berbunyi tuk sadarkanku dan menghentikan cerita singkat itu. Hari ini
sangat berbeda dengan dua hari sebelumnya. Bukan lagi peralatan seperti
sebelumnya yang akan aku bawa. Tetapi kostum yang aku kenakan jug a berbeda,
bahkan sangat berbeda dengan fakultas lain. Huuft , hari ini kami aku harus
memakai baju daerah asal masing-masing. Dan aku harus mengenakan baju kebayak
yang super ribet banget jalannya.
Tak apalah, toh bukan hanya aku yang
ngerasain ribet. Sesampainya dikampus saat jam masih menunjukkan pukul 04.00,
aku harus bergegas cepat untuk sampai didepan gedung fakultas dakwah sebelum
diobraki. Enggak ngebayangin banget bila harus lari-larian dengan kostum
kebayak. Apalagi yang memakai high tinggi-tinggi itu. Untung saja aku hanya
memakai sandal biasa. Tapi didalam hatiku deg-deg’an sekali bila kakak senior
mengetahuiku memakai sandal biasa.
Kegiatan pagi masih berlangsung seperti
sebelumnya. Hingga saat materi, pelajaran yang begitu berarti sekali bagi kita
yaitu materi yang membahas tentang “jati diri bangsa dan Negara”. Begitu tepat
sekali kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh pemateri tentang jati diri
Indonesia yang sebenarnya.
Mengetahui hal tersebut membuat tumbuh
kembali rasa cinta kepada negara. Tapi melihat kondisi yang sangat miris sebuah negara yang kita tinggali ini, seperti
tak ada lagi harapan. Namun bukan itu yang mahasiswa inginkan, kita disini
untuk membebaskan rakyat Indonesia yang seharusnya menjadi majikan orang-orang
asing yang datang keindonesia. Bukan malah menjadi buruh dirumah sendiri.
Banyak berbagai cara yang dapat kita
persembahkan untuk kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya. Dengan teguhnya
belajar dapat membuat diri kita tahu akan suatu pengetahuan. Karena pengetahuan
yang kuranglah yang menjadikan negara ini mudah tuk ditaklukkan.
Siang hari yang begitu cetar sinar
mataharinya. Mengalahkan berjuta lampu yang menyinari jalan malam. Membuat
keringat dibadan kita terus berlomba-lomba untuk keluar. Kembali orasi yang
kita lakukan ditenggah terik matahari. Merasakan apa yang dilakukan para buruh
yang demo demi kesejahteraan mereka. Begitu penuh perjuangan, berjemur dibawah
matahari.
Kami yang hanya demo secara kecil-kecilan
dengan menggunakan kostum daerah ini saja sudah merasakan begitu lelahnya.
Berteriak demi meminta dikembalikan haknya. Bagaimana yang dirasakan oleh
buruh-buruh itu. Pastinya mereka lebih memahami atas keadaan yang telah mereka
alami sendiri kepahitannya.
Lumayan lama untuk mengelilingi kampus
dengan cara berdemo, yang tak hanya melangkahkan kaki di area yang menyengat,
tapi juga lontaran suara yang selalu menyebutkan keinginan kemerdekaan yang
asli diIndonesia.
Setelah itu kita kembali ke aula fakultas
dakwah. Melanjutkan acara selanjutnya yang membuat kita shock. Kakak-kakak
senior memasuki aula dengan wajah yang yang sedap tuk dilihat. Tak ada yang
kosong di masing-masing tangan mereka. Semuanya membawa tongkat, meukul segala
yang ada didepan mereka. Sayangnya, berkali-kali kita mendengar dan dibentak
dengan kata-kata yang seharusnya tak pantas diucapkan itu.
Semua peserta maba diminta
pertanggungjawabannya atas segala kesalahan yang telah dilkukan. Kita pun
menuruti apa saja yang mereka suruh dengan wajah yang tak bersenyum itu. Hingga
akhirnya, beberapa nama diantara kami dipanggil untuk maju tepat dihadapan para
kakak-kakak senior. Tiga anak yang telah tersebut namanya itu pun memberanikan
diri tuk siap menerima hukuman yang paling berat.
Banyak sekali omongan kakak-kakak senior
selama kita berdiri didepan. Hingga tak hanya satu yang tak sadarkan diri karna
tak mampu menahan bentakan-bentakan dari kakak-kakak senior itu. Hinga diujung
puncak kemarahan para kakak-kakak senior. Dua kakak senior masuk ke aula dan
membawa 2 emberr air. Entah apa yang akan dilakukan dengan air itu. Sungguh
diluar dugaan kita. Ketiga anak yang terpanggil namanya tadi disiram hingga
basah seluruh tubuh mereka dengan air.
Tak ada satupun yang tahu diantara kami
mahasiswa baru. Ternyata ketiga anak tersebut tenggah berulang tahun pada hari
itu. Dan ini semua sebagai surprise dari kakak-kakak senior, sekalian penutup
dari acara OSCAAR FDIK 2013. Detik itu juga kita telah disahkan menjadi
mahasiswa fakultas dakwah dan ilmu komunikasi.
Eits,,, kisah OSCAAR belum usai. Hari ini
penuh acara hingga malam hari. Malam innagurasi sebagai perayaan bersama kita
sebagai mahasiswa baru. Menyaksikan beberapa band yang tercipta dalam lingkup
fakultas dakwah. Dan acara berlangsung lancar hingga target yang telah jadi
tujuan bersama adanya acara ini.
Malam semakin larut, bulan semakin terang
menyendiri di langit. Jauh dari berjuta bintang yang tak terlihat wujudnya.
Menemani langkahku menuju tempat peristirahatan sementaraku mala mini. Hingga
sampai rumah kembali ku ulangi kegiatan yang tak pernah kutinggalkan setiap
harinya.
Melemparkan tubuhku diatas pembaringanku,
hingga tak lagi sadar jiwaku tertipu kantuk yang menutupi mataku. Semua ini
akan menjadi kenangan tersendiri masa-masa penjajahan yang ku alami. Memberikan
kisah sejarah hidup yang tak terlupakan.
0 komentar:
Posting Komentar