Keberadaan
penyedia kesehatan sangatlah memengaruhi kenyamanan pasien. Mulai dari
pelayanan resepsionis, pemeriksaan hingga pemberiaan resep obat yang perlu
ditembus ke apotik atau tempat pengambilan obat. Berangkat dari pengalaman
pribadi mengenai penyedia kesehatan, saya pernah melalui dua kondisi yang
berbeda di antara dua penyedia kesehatan yang berbeda pula. Singkat cerita
ketika saya sakit dan pergi ke salah satu dokter dekat rumah dengan pelayanan
yang terbilang sederhana bagi saya. Kenapa ? karena mulai dari tempat,
peralatan medis, pelayanan, proses pemeriksaan hingga memutuskan penyakit apa
yang tengah saya rasakan dan pemberian resep obat yang saya terima tidak
memberikan kenyamanan.
Katakanlah
dokter A ini menyediakan tempat yang kurang steril dan tatanan ruang yang
terkesan mainstream. Sejak awal saya masuk ruang tunggu, tempat duduk yang
disediakan pun kurang memberikan kenyamanan, mulai dari keadaannya yang kurang
layak dan tempat yang terlalu sempit, sehingga mengakibatkan banyak pasien yang
menunggu dengan berdiri. Padahal keadaan pasien yang sakit secara psikologisnya
akan merasa jengkel ketika dia dalam keadaan sakit dan disuruh menunggu dengan
berdiri pula, seakan terkesan tidak memprioritaskan kenyamanan dan keadaan
pasien. Dan tidak hanya saya yang merasakan, tetapi pasien yang lain juga pada
menggumam di tempat kejadian, hanya saja keadaan saya waktu itu cukup lemah dan
tak berdaya hingga tidak bisa ikut nimbrung untuk sekedar menambahi atau
menyangga, saya hanya bisa mendengar sembari menyesuaikan dengan realita
sekitar.
Dari tempat
saja si dokter A kurang bisa menawarkan kenyamanan. Lanjut ke pelayanan
kesehatan lainnya, setelah nomor urut antrian saya dipanggil oleh bagian resepsionis,
saya menuju ke meja. Ada kekecewaan lagi yang saya peroleh, ekspresi yang
diberikan oleh penjaga meja resepsionis kurang menyenangkan. Tanpa sapa atau
pun senyuman sekedar ucapan pembuka. Si penjaga langsung meminta kartu nomor
urut saya beserta kartu berobat saya. Lebih parahnya lagi dia tidak melihat
saya, dia masih saja tetap fokus dengan buku besar yang ada di hadapannya. Di
sini kenyamanan saya mulai benar-benar terusik dan sedikit mengurangi
kredibilitas klinik sederhana ini. Niat hati berobat di klinik tersebut karena
tempatnya yang dekat dengan rumah dan keadaan saya yang mulai parah, sehingga
jalan alternatifnya yaitu memilih tempat ini sebagai pilihan.
Saya berusaha
menghibur diri dengan berharap si dokter tidak juga menawarkan kekecewaan.
Positif thinking dengan keadaan memaksa dikarenakan kondisi yang kurang fit
nampaknya tidak begitu efektif dan memberikan pengaruh kurang baik. Pesan yang
saya bangun sendiri antara saya dengan diri saya sendiri tidak begitu berhasil,
karena saya berusaha melawan realita yang sejak awal saya memasuki klinik ini
sudah menunjukkan tanda-tanda kurang memuaskan.
Ruangan
sederhana pula dengan tatanan mainstream ruang dokter pada umumnya, saya sudah
menduganya tapi tidak seberapa berpengaruh bagi saya. Pemeriksaan pun dimulai.
Dan berlangsung seperti biasanya. Tanpa prolog apa-apa si dokter langsung
menyuruh saya berbaring di tempat yang telah disediakan. Untuk mempersingkat
mungkin saat itu bujuk diri yang saya sampaikan pada diri sendiri. Lagi-lagi
komunikasi antarpribadi berperan besar dalam keadaan ini. Selanjutnya si dokter
segera mengeluarkan kertas bakal resep obat yang harus saya tebus. Lebih
parahnya lagi beliau tidak menanyakan gejala apa yang saya alami, makanan apa
yang sebelumnya saya makan, mual atau tidak, pusing atau tidak, dan lain
sebagainya. Beliau langsung saja menulis resep obat di atas meja kerjanya.
Setelah selesai menulis barulah si dokter menatap saya. Tiba-tiba beliau
menyampaikan penyakit yang saya alami. Si dokter bilang saya tengah mengalami
setres sedang yang mengakibatkan peredaran darah kurang stabil. Seketika pula
saya terkejut dengan pernyataan yang pertama. Padahal sebelumnya saya rasa
emosi saya terkontrol cukup baik dan saya juga tidak lagi banyak pikiran yang
dapat berpotensi membuat saya mengalami setres.
Saya pun
melontarkan pertanyaan “Mengapa dok ? Kok bisa saya mengalami setres?”. Dan
lagi, jawaban si dokter saya rasa kurang memuaskan, beliau hanya menjawab
berdasarkan kemungkinan, “Mungkin saja anda lagi punya masalah, atau bisa jadi
tugas kuliah yang terlalu banyak atau terlalu sulit, problem keluarga juga
memengaruhi kondisi kesehatan anda”. Begitulah ujarnya yang saya kira bukan berdasarkan
analisis atau pemeriksaan medis. Beliau tidak menjelaskan penyebabnya secara
medis, hanya sebatas kemungkinan yang saya rasa bagi orang yang bukan dokter
pun bisa menjawabnya. Dari jawaban yang kurang memuaskan tersebut saya berusaha
ngeyel dan menanyakan lagi penyebab penyakit saya secara medis, dan jawaban
mengejutkan pun terlontarkan. “Saya ini dokter, jadi kalau saya bilang anda
setres ya sudah, percaya saja”. Kekecewaan dan emosi semakin memuncak, dan saya
memutuskan usai dan segera keluar dari ruangan.
Penebusan
obat saya serahkan kepada ibu yang sedari tadi menemani. Saya sudah tidak mau
berurusan dengan bagian pelayanan yang kurang baik ini. Obat pun sudah terbeli.
Berlalu satu
minggu, sakit saya tak kunjung sembuh. Padahal saya sudah berusaha percaya dan
meminum obat secara rutin. Tapi mungkin ada kebohongan pada diri saya sendiri,
saya sebenarnya tidak terlalu mempercayai dokter beserta obatnya tersebut.
Sakit saya yang masih saja tetap membuat kedua orang tua saya memutuskan untuk
memeriksakan ulang ke tempat dokter yang lain. Beliau bilang mungkin saya tida
cocok dengan dokter sebelumnya. Sebagian orang mungkin sudah terbiasa mendengar
pernyataan serupa. Obat beserta pengobatannya itu tergantung cocok tidak
cocoknya seseorang yang sakit dengan dokter tertentu. Mereka bilang jodoh tidak
jodoh. Begitulah yang terjadi di lingkungan saya. Dan saya pun hendak
membuktikannya.
Berangkat
pagi kurang lebih pukul 07.00 wib. Sampai pada sebuah klinik di daerah
perumahan. Sebuah klinik yang gabung dengan rumah dokter sendiri. Saya sempat
terpesona dengan tatanannya. Pengemasan cover yang baik dan terkesan nyaman
sudah ditawarkan di awal. tempat tunggu pasien bukan lagi pada sebuah ruang
yang membosankan. Kali ini kursi panjang itu berada di teras rumah dan menyatu
dengan taman yang sederhana namun mewah beserta kolam dan ikannya yang lucu.
Ada ayunannya juga yang dipakai mainan bagi anak-anak kecil yang turut
mengantarkan kerabatnya periksa. Wajah para pasien pun sumringah, saling
berbincang ringan sembari menyaksikan air mancur kecil di tengah kolam ikan. Dan
seketika pusing kepalaku tak terasa.
Hingga giliran
saya akhirnya dipanggil. Saya pun memasuki ruang periksa yang berbeda. Tidak
hanya ada meja, kursi dan tempat tidur saja. Tetapi ada shofa, tanaman hias dan
lemari yang bukan dari besi. Tidak seperti tata ruang pada umumnya. Desain yang
lebih bersahabat dan pelayanan yang baik. Dokternya pun ramah.
Di awal
pembicaraan beliau menanyakan kabar, mengenai sarapan pagi ini dan berlanjut
pada identitas diri. Kemudian beliau mempersilahkan untuk berbaring di tempat
tidur. Masih juga ramah. Dan selesai.
Kembali pada
meja dan kursi kita masing-masing. Penyampaiaannya pun begitu tenang. Beliau
bilang saya sedang terserang penyakit radang tenggorokan yang berakibat pusing
hanya di sebagian kepala saja. Tidak terlalu bahaya memang tapi juga perlu
perhatian yang cukup untuk mencapai kesembuhan. Kemudian saya bertanya, “apa
saya berkemungkinan setres dok ?”. Beliau pun tertawa ringan dan kembali
bertanya, “Siapa yang bilang kamu setres ? tidak, itu hanya gejala ringan.
Tidak sampai setres. Amandelmu semakin besar dan mengalami radang tenggorokan.
Saya sarankan jangan minum es dulu …..” dan lain sebagainya. Beliau menjelaskan
begitu rinci penyebab sekaligus sarannya.
Ada yang
berbeda lagi dari prosedur pemeriksaannya yang saya rasa itu sangat baik.
Setelah menjelaskan segalanya, beliau kemudian tidak menuliskan resep obat yang
harus saya tebus nantinya. Tapi beliau sendiri yang langsung memberikan obat
sekaligus menjelaskan peraturan minum obatnya. Begitulah dan seterusnya.
Keramahan dalam ruang membuat saya terpesona dan memberikan energy tersendiri
bagi saya. Dan saya rasa mungkin tidak hanya saya saja yang merasakannya,
tetapi bagi pasien lain pun sama.
Keluar dari
ruangan periksa itu serasa saya sudah sembuh. Memang lingkungan dan keadaan
sangat mempengaruhi, begitu juga dengan pelayanannya. Sesampai di rumah, dengan
kepercayaan dan kenyamanan yang saya peroleh dari proses pemeriksaan tersebut,
saya menjadi rajin minum obat. Dan belum genap tiga hari, Alhamdulillah sakit
saya sembuh. Pusing di sebagian kepala
sudah tidak lagi saya rasakan. Dan dengan ini saya semakin faham mengenai
pentingnya kualitas pelayanan kesehatan.
0 komentar:
Posting Komentar