Jumat, 14 April 2017

KOMUNIKASI KESEHATAN : URGENSI KENYAMANAN OLEH PENYEDIA KESEHATAN


Keberadaan penyedia kesehatan sangatlah memengaruhi kenyamanan pasien. Mulai dari pelayanan resepsionis, pemeriksaan hingga pemberiaan resep obat yang perlu ditembus ke apotik atau tempat pengambilan obat. Berangkat dari pengalaman pribadi mengenai penyedia kesehatan, saya pernah melalui dua kondisi yang berbeda di antara dua penyedia kesehatan yang berbeda pula. Singkat cerita ketika saya sakit dan pergi ke salah satu dokter dekat rumah dengan pelayanan yang terbilang sederhana bagi saya. Kenapa ? karena mulai dari tempat, peralatan medis, pelayanan, proses pemeriksaan hingga memutuskan penyakit apa yang tengah saya rasakan dan pemberian resep obat yang saya terima tidak memberikan kenyamanan.
Katakanlah dokter A ini menyediakan tempat yang kurang steril dan tatanan ruang yang terkesan mainstream. Sejak awal saya masuk ruang tunggu, tempat duduk yang disediakan pun kurang memberikan kenyamanan, mulai dari keadaannya yang kurang layak dan tempat yang terlalu sempit, sehingga mengakibatkan banyak pasien yang menunggu dengan berdiri. Padahal keadaan pasien yang sakit secara psikologisnya akan merasa jengkel ketika dia dalam keadaan sakit dan disuruh menunggu dengan berdiri pula, seakan terkesan tidak memprioritaskan kenyamanan dan keadaan pasien. Dan tidak hanya saya yang merasakan, tetapi pasien yang lain juga pada menggumam di tempat kejadian, hanya saja keadaan saya waktu itu cukup lemah dan tak berdaya hingga tidak bisa ikut nimbrung untuk sekedar menambahi atau menyangga, saya hanya bisa mendengar sembari menyesuaikan dengan realita sekitar.
Dari tempat saja si dokter A kurang bisa menawarkan kenyamanan. Lanjut ke pelayanan kesehatan lainnya, setelah nomor urut antrian saya dipanggil oleh bagian resepsionis, saya menuju ke meja. Ada kekecewaan lagi yang saya peroleh, ekspresi yang diberikan oleh penjaga meja resepsionis kurang menyenangkan. Tanpa sapa atau pun senyuman sekedar ucapan pembuka. Si penjaga langsung meminta kartu nomor urut saya beserta kartu berobat saya. Lebih parahnya lagi dia tidak melihat saya, dia masih saja tetap fokus dengan buku besar yang ada di hadapannya. Di sini kenyamanan saya mulai benar-benar terusik dan sedikit mengurangi kredibilitas klinik sederhana ini. Niat hati berobat di klinik tersebut karena tempatnya yang dekat dengan rumah dan keadaan saya yang mulai parah, sehingga jalan alternatifnya yaitu memilih tempat ini sebagai pilihan.
Saya berusaha menghibur diri dengan berharap si dokter tidak juga menawarkan kekecewaan. Positif thinking dengan keadaan memaksa dikarenakan kondisi yang kurang fit nampaknya tidak begitu efektif dan memberikan pengaruh kurang baik. Pesan yang saya bangun sendiri antara saya dengan diri saya sendiri tidak begitu berhasil, karena saya berusaha melawan realita yang sejak awal saya memasuki klinik ini sudah menunjukkan tanda-tanda kurang memuaskan.
Ruangan sederhana pula dengan tatanan mainstream ruang dokter pada umumnya, saya sudah menduganya tapi tidak seberapa berpengaruh bagi saya. Pemeriksaan pun dimulai. Dan berlangsung seperti biasanya. Tanpa prolog apa-apa si dokter langsung menyuruh saya berbaring di tempat yang telah disediakan. Untuk mempersingkat mungkin saat itu bujuk diri yang saya sampaikan pada diri sendiri. Lagi-lagi komunikasi antarpribadi berperan besar dalam keadaan ini. Selanjutnya si dokter segera mengeluarkan kertas bakal resep obat yang harus saya tebus. Lebih parahnya lagi beliau tidak menanyakan gejala apa yang saya alami, makanan apa yang sebelumnya saya makan, mual atau tidak, pusing atau tidak, dan lain sebagainya. Beliau langsung saja menulis resep obat di atas meja kerjanya. Setelah selesai menulis barulah si dokter menatap saya. Tiba-tiba beliau menyampaikan penyakit yang saya alami. Si dokter bilang saya tengah mengalami setres sedang yang mengakibatkan peredaran darah kurang stabil. Seketika pula saya terkejut dengan pernyataan yang pertama. Padahal sebelumnya saya rasa emosi saya terkontrol cukup baik dan saya juga tidak lagi banyak pikiran yang dapat berpotensi membuat saya mengalami setres.
Saya pun melontarkan pertanyaan “Mengapa dok ? Kok bisa saya mengalami setres?”. Dan lagi, jawaban si dokter saya rasa kurang memuaskan, beliau hanya menjawab berdasarkan kemungkinan, “Mungkin saja anda lagi punya masalah, atau bisa jadi tugas kuliah yang terlalu banyak atau terlalu sulit, problem keluarga juga memengaruhi kondisi kesehatan anda”. Begitulah ujarnya yang saya kira bukan berdasarkan analisis atau pemeriksaan medis. Beliau tidak menjelaskan penyebabnya secara medis, hanya sebatas kemungkinan yang saya rasa bagi orang yang bukan dokter pun bisa menjawabnya. Dari jawaban yang kurang memuaskan tersebut saya berusaha ngeyel dan menanyakan lagi penyebab penyakit saya secara medis, dan jawaban mengejutkan pun terlontarkan. “Saya ini dokter, jadi kalau saya bilang anda setres ya sudah, percaya saja”. Kekecewaan dan emosi semakin memuncak, dan saya memutuskan usai dan segera keluar dari ruangan.
Penebusan obat saya serahkan kepada ibu yang sedari tadi menemani. Saya sudah tidak mau berurusan dengan bagian pelayanan yang kurang baik ini. Obat pun sudah terbeli.
Berlalu satu minggu, sakit saya tak kunjung sembuh. Padahal saya sudah berusaha percaya dan meminum obat secara rutin. Tapi mungkin ada kebohongan pada diri saya sendiri, saya sebenarnya tidak terlalu mempercayai dokter beserta obatnya tersebut. Sakit saya yang masih saja tetap membuat kedua orang tua saya memutuskan untuk memeriksakan ulang ke tempat dokter yang lain. Beliau bilang mungkin saya tida cocok dengan dokter sebelumnya. Sebagian orang mungkin sudah terbiasa mendengar pernyataan serupa. Obat beserta pengobatannya itu tergantung cocok tidak cocoknya seseorang yang sakit dengan dokter tertentu. Mereka bilang jodoh tidak jodoh. Begitulah yang terjadi di lingkungan saya. Dan saya pun hendak membuktikannya.
Berangkat pagi kurang lebih pukul 07.00 wib. Sampai pada sebuah klinik di daerah perumahan. Sebuah klinik yang gabung dengan rumah dokter sendiri. Saya sempat terpesona dengan tatanannya. Pengemasan cover yang baik dan terkesan nyaman sudah ditawarkan di awal. tempat tunggu pasien bukan lagi pada sebuah ruang yang membosankan. Kali ini kursi panjang itu berada di teras rumah dan menyatu dengan taman yang sederhana namun mewah beserta kolam dan ikannya yang lucu. Ada ayunannya juga yang dipakai mainan bagi anak-anak kecil yang turut mengantarkan kerabatnya periksa. Wajah para pasien pun sumringah, saling berbincang ringan sembari menyaksikan air mancur kecil di tengah kolam ikan. Dan seketika pusing kepalaku tak terasa.
Hingga giliran saya akhirnya dipanggil. Saya pun memasuki ruang periksa yang berbeda. Tidak hanya ada meja, kursi dan tempat tidur saja. Tetapi ada shofa, tanaman hias dan lemari yang bukan dari besi. Tidak seperti tata ruang pada umumnya. Desain yang lebih bersahabat dan pelayanan yang baik. Dokternya pun ramah.
Di awal pembicaraan beliau menanyakan kabar, mengenai sarapan pagi ini dan berlanjut pada identitas diri. Kemudian beliau mempersilahkan untuk berbaring di tempat tidur. Masih juga ramah. Dan selesai.
Kembali pada meja dan kursi kita masing-masing. Penyampaiaannya pun begitu tenang. Beliau bilang saya sedang terserang penyakit radang tenggorokan yang berakibat pusing hanya di sebagian kepala saja. Tidak terlalu bahaya memang tapi juga perlu perhatian yang cukup untuk mencapai kesembuhan. Kemudian saya bertanya, “apa saya berkemungkinan setres dok ?”. Beliau pun tertawa ringan dan kembali bertanya, “Siapa yang bilang kamu setres ? tidak, itu hanya gejala ringan. Tidak sampai setres. Amandelmu semakin besar dan mengalami radang tenggorokan. Saya sarankan jangan minum es dulu …..” dan lain sebagainya. Beliau menjelaskan begitu rinci penyebab sekaligus sarannya. 
Ada yang berbeda lagi dari prosedur pemeriksaannya yang saya rasa itu sangat baik. Setelah menjelaskan segalanya, beliau kemudian tidak menuliskan resep obat yang harus saya tebus nantinya. Tapi beliau sendiri yang langsung memberikan obat sekaligus menjelaskan peraturan minum obatnya. Begitulah dan seterusnya. Keramahan dalam ruang membuat saya terpesona dan memberikan energy tersendiri bagi saya. Dan saya rasa mungkin tidak hanya saya saja yang merasakannya, tetapi bagi pasien lain pun sama.
Keluar dari ruangan periksa itu serasa saya sudah sembuh. Memang lingkungan dan keadaan sangat mempengaruhi, begitu juga dengan pelayanannya. Sesampai di rumah, dengan kepercayaan dan kenyamanan yang saya peroleh dari proses pemeriksaan tersebut, saya menjadi rajin minum obat. Dan belum genap tiga hari, Alhamdulillah sakit saya sembuh. Pusing  di sebagian kepala sudah tidak lagi saya rasakan. Dan dengan ini saya semakin faham mengenai pentingnya kualitas pelayanan kesehatan.

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com