Kamis, 15 Januari 2015

Kebijakan Politik Walikota Surabaya Terhadap Penutupan Lokalisasi Prostitusi Dolly DI Mata Mahasiswa.

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan dan inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian mengenai politik yang diberi judul “Kebijakan Politik Walikota Surabaya Terhadap Penutupan Lokalisasi Prostitusi Dolly Di Mata Mahasiswa” ini dengan baik dalam waktu yang telah ditentukan, sehingga semua hambatan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar.
Sholalwat dan salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umatnya untuk mengajar, belajar, dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Sumber pengambilan data yang disusun dalam penelitian ini mengutip dari beberapa buku yang membahas tentang komunikasi politik. Hasil wawancara dengan beberapa narasumber dan beberapa wacana mengenai politik dan judul yang dimaksudkan. Penelitian ini dibuat dalam rangka untuk mengetahui dan mempelajari tentang pemahaman Komunikasi Politik. Sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa dalam pembuatan tugas.
Selanjutnya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga akan menumbuhkan rasa syukur kepada rahmat Allah SWT dan dalam hal perbaikan tugas penelitian ke depannya.
Hanya kepada Allah SWT kami berserah diri, agar Dia berkenan memberikan kepada kami kesuksesan, pertolongan dan diterima secara baik oleh pembimbing serta teman-teman mahasiswa serta berkenan menjadikan tulisan ini bermanfaat dan berpengaruh sesuai harapan. “Sesungguhnya Tuhanku Maha Mendengar semua permohonan”.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 21 Desember 2014
Peneliti


ABSTRAK

Choirotul Umayah, B06213015, 2014. Kebijakan Politik Walikota Surabaya Terhadap Penutupan Lokalisasi Prostitusi Dolly DI Mata Mahasiswa. Tugas Penelitian Mata Kuliah Komunikasi Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Kebijakan, Politik, Prostitusi

Yang menjadi latarbelakang diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap kebijakan politik walikota Surabaya dalam menutup lokalisasi prostitusi Dolly di Surabaya. Salah satu yang mencirikan dari komunikasi politik itu sendiri yaitu sedikit banyak melibatkan pesan dan tokoh politik, atau berkaitan dengan kekuasaan pemerintah dan kebijakan pemerintah. Sebelumnya sudah banyak kebijakan yang dilakukan oleh walikota Surabaya, namun kebijakan yang satu ini lebih banyak menarik perhatian banyak warga, bahkan sampai terdengar ke luar negri.
Adapun persoalan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu membahas tentang penilaian mahasiswa sebagai salah satu lapisan masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan pasca penutupan lokalisasi prostitusi Dolly di Surabaya. Sebagai upayanya, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dalam melihat dan menemukan realita sosial.
Hasil penelitian ini ditemukan dari beberapa wacana atau opini publik yang banyak beredar dimasyarakat mengenai judul yang terkait, juga peneliti mendapatkan data riil dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa mahasiswa Surabaya. Banyak sekali dampak yang timbul pasca penutupan lokalisasi prostitusi Dolly tersebut, selain dampak positif dan negative, juga mengundang kontroversi diantara pihak yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Dibandingkan dengan dampak positif, dampak negatifnya lebih banyak ditemukan.


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Bagi warga surabaya siapa yang tak kenal dengan sosok walikota yang terkenal dengan gaya kepemimpinannya yang banyak disukai. Siapa lagi kalau bukan bu Tri Rismaharini. Orang yang memiliki sapaan akrab Risma ini telah berkali-kali mendapat pengahargaan sebagai wali kota terbaik, berkatnya juga surabaya, kota yang dipimpinnya juga mampu meraih banyak penghargaan hingga dari luar negri sekalipun. Dan semenjak ia menjabat sebagai walikota kota surabaya beberapa prestasi telah dia catatkan, antara lain ;
Pertama, kota surabaya meraih tiga kali piala adipura yaitu tahun 2011, 2012, dan 2013 kategori kota metropolitan.
Kedua. Dibawah kepemimpinannya sebagai walikota ibu tri risma sukses membuat kota surabaya menjadi kota yang terbaik se-asia pasifik pada tahun 2012 versi citynet.
Ketiga. Pada tahun 2013 dibawah kepemimpinanannya kota surabaya berhasil meraih penghargaan tingkat asia-pasifik yaitu future government awards 2013 di 2 bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh asia-pasifi dan pernah juga meraih penghargaan sebagai taman terbaik se-Asia.
Keempat Tri Rismaharini alias Ibu Risma dinobatkan sebagai Mayor of the Month pada Februari lalu sebagai Walikota terbaik di dunia dimana menempatkan Surabaya sebagai kota metropolitan yang paling baik penataannya. Juga kurang lebih 50 penghargaan telah diterima ibu risma baik dari dalam negeri mapun dari luar negeri.
Berbicara mengenai Surabaya, sudah tak sedikit yang mengetahui suatu lokasi yang banyak dikunjungi oleh banyak turis local maupun interlokal. Suatu tempat yang selalu hidup dengan kegiatan prostitusinya, kegiatan yang menjadi sumber mata pencaharian bagi para pekerja dan warga sekitar, mana lagi kalau bukan lokalisasi prostitusi terkenal bernama Dolly.
Kegiatan prostitusi sejatinya telah dipandang sangat buruk dari dulu bagi semua kalangan, namun hal seperti itu masih tetap hidup dan terus berlangsung dikawasan Dolly. Kehidupan malam diberbagai kota sudah bukan lagi hal yang luar biasa. Sudah tak sedikit yang terjebak dalam kerasnya dunia malam. Bahkan seolah-olah sudah menutup kemungkinan bagi mereka yang terlanjur masuk dalam dunia tersebut untuk kembali pada kehidupan yang normal. Sejarah prostitusi di Surabaya hampir setua sejarah ibu kota Jawa Timur ini. Pada mulanya, pelacuran ini merebak di kawasan pesisir, lantas merambah daerah pinggiran. Kini, Surabaya dikepung bisnis jasa seks itu.
Tak hanya diam bu Risma pun membuat kebijakan politik yang berusaha menutup lokasi prostitusi tersebut, yang mana kini telah resmi ditutup. Namun tak usai hanya sampai dipenutupan saja, pasti ada dampak dari kebijakan politik tersebut. Entah itu positif atau pun negative. Pandangan yang diberikan oleh masyarakat pun berbeda-beda, apalagi paradigma mahasiswa.
Begitu juga yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan yaitu ingin meneliti seberapa baik atau seberapa buruk pandangan para mahasiswa Surabaya sebagai subyek penelitian dalam memandang kebijakan politik walikota Surabaya ini

B.  Rumusan Penelitian
1.      Bagaimana pandangan mahasiswa Surabaya terhadap kebijakan politik bu Risma selaku walikota surabaya dalam upaya penutupan lokalisasi prostitusi terkenal di surabaya yang bernama dolli ?

C.   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan mahasiswa Surabaya terhadap kebijakan politik bu Risma selaku walikota surabaya dalam upaya penutupan lokalisasi prostitusi terkenal di surabaya yang bernama dolly.

D.   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai kajian bagi para peneliti lain untuk mengembangkan penelitian yang sejenis dan juga sebagai sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan intuisi maupun akademis. Serta menggali lebih dalam realita dari konflik yang tercantum yang belum banyak diketahui oleh banyak pihak.

BAB I I
KAJIAN PUSTAKA

A.  Definisi Konseptual
Agar terarah pada tujuan penelitian dan tidak terjadi kesalahpahaman atau kesinampungan dalam memahami isi penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan pengertian yang menjadi bahasan pada judul.

A.1 Komunikasi Politik
A.1.1 Pengertian Komunikasi
Terminology komunikasi berasal dari bahasa Latin yakni, Communico  yang artinya membagi, dan Communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Sebagai ilmu yang multidisiplin, definisi komunikasi telah banyak dibuat oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu.
Kata “komunikasi” sudah tidak asing lagi ditelinga kita, apalagi bagi mahasiswa komunikasi. Setiap hari apa yang kita lakukan pasti membutuhkan komunikasi. Komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan, tanpa komunikasi kita tidak dapat hidup, karena kebutuhan kita terpenuhi melalui komunikasi.
Begitu juga pengertian yang dipaparkan oleh beberapa para ahli, diantaranya yaitu menurut Harold D. Laswell, Communication is who say what, in which channel, to whom, which what effect, (Komunikasi adalah siapa mengatakan apa, dengan chanel apa, kepada siapa untuk memperoleh efek apa).
Dan juga pengertian yang diutarakan oleh Onong Uchjana Effendi, Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. 
Maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi ialah suatu proses penyampaian ide atau gagasan atau pesan dari pihak satu (komunikator) dan pihak kedua (komunikan) baik secara verbal maupun non verbal, melalui media maupun tidak yang menimbulkan efek berupa perubahan prilaku.[1]

A.1.2 Pengertian Politik
Istilah ilmu politik (Science Politique) pertama kali digunakan oleh Jean Bodin di Eropa pada 1576, kemudia Thomas Fitzherbert dan Jeremy Bentham pada 1606. Tetapi istilah politik yang dimaksud ialah ilmu Negara sebagaimana tertulis dalam karya-karya sarjana Eropa daratan yang bersifat institutional yuridis, sementara yang berkembang di Amerika adalah teori politik.
Dalam kehidupan kita sehari-hari istilah “Politik” sudah tidak begitu asing, karena segala sesuatu yang dilakukan atas dasar kepentingan kelompok atau kekuasaan sering kali diatas namakan dengan label politik. Pengangkatan atau pencopotan seorang penjabat kepala kantor misalnya, kadang dilakukan atas dasar pertimbangan politik. Konflik yang terjadi dengan memicu pertarungan antara etnis dan agama, juga disebutkan nkarena politik. Gencarnya pemberitaan tentang teroris dalam media massa juga dinilai memiliki muatan politik. Begitu banyaknya kegiatan yang melibatkan politik.
Namun sayangnya dari berbagai tindak kriminal yang melibatkan tokoh politik membuat pandangan orang-orang terhadap politik menjadi tercemar. Begitu jeleknya citra politik dimata masyarakat, telah membawa dampak terhadap rendahnya minat mahasiswa yang ingin belajar politik. Padahal terciptanya kemerdekaan di Indonesia juga termasuk atas dasar pemainan politik. 
Pengertian Politik Secara Singkat dan Simple adalah teori, metode atau cara untuk bisa meraih apa yang dituju. dan pendevinisian politik itu sendiri sangat banyak dan berikut ini Pengertian Politik Secara lengkap:
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.[2]

A.1.3 Pengertian Komunikasi Politik
Kajian komunikasi politik awalnya berakar pada ilmu politik, meskipun penamaan lebih banyak dikenal dengan nama propaganda. Ini dimulai pada tahun 1922 dengan penelitian dari Ferdinand Tonnies dan Walter Lippmann tentang opini public pada masyarakat, kemudian dilanjutkan oleh Bagehot, Maine, Byrde dan graham Wallas di Inggris yang menelaah peranan pers dan pembentukan opini public.
Bertolak dari konsep komunikasi dan konsep politik yang telah diuraikan, maka upaya untuk mendekati pengertian apa yang dimaksud dengan komunikasi politik, menurut Dahlan (1999) ialah suatu bidang atau disiplin yang menelaah prilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap prilaku politik.[3]
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR
Gabriel Almond (1960) menegaskan bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”

A.2 Profil Surabaya
Kota surabaya adalah ibu kota provinsi jawa timur, indonesia sekaligus menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di indonesia setelah jakarta. Kota surabaya juga merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan indonesia bagian timur. Kota ini terletak 789 km sebelah timur jakarta, atau 426 km sebelah barat laut denpasar, bali. Surabaya terletak di tepi pantai utara pulau jawa dan berhadapan dengan selat madura serta laut jawa.
Surabaya memiliki luas sekitar 333,063 km² dengan penduduknya berjumlah 2.813.847 jiwa (2014). Daerah metropolitan surabaya yaitu gerbang kertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah metropolitan terbesar kedua di indonesia setelah jabodetabek. Surabaya dilayani oleh bandar udara internasional juanda, pelabuhan tanjung perak, dan pelabuhan ujung.
Surabaya terkenal dengan sebutan kota pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa indonesia dari penjajah. Kata surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota surabaya.[4]

A.3 Kebijakan Politik
A.3.1 Pengertian Kebijakan Politik
Kebijakan politik adalah segala sesuatu hasil keputusan baik berupa dalam sistem. Kebijakan selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrument-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran serta memiliki arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, unisipal, dan local.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kebijakan adalah sebuah konsep dan asas yg menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Dalam pemerintahan negara, maka kebijakan politik adalah sistem konsep resmi yg menjadi landasan atau pedoman perilaku ( dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak) politik Negara.
Kebijakan publik merupakan salah satu kajian yang menarik di dalam ilmu politik. Meskipun demikian, konsep mengenai kebijakan publik lebih ditekankan pada studi-studi mengenai administrasi negara. Artinya kebijakan publik hanya dianggap sebagai proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh negara dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Secara umum, kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai sebuah kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pihak berwenang (dalam hal ini pemerintah) yang boleh jadi melibatkan stakeholders lain yang menyangkut tentang publik yang secara kasar proses pembuatannya selalu diawali dari perumusan sampai dengan evaluasi.[5]

A.3.2 Profil Singkat Walikota Surabaya
Ir. Tri Rismaharini, M.T atau terkadang ditulis Tri Risma Harini (lahir di Kediri, Jawa Timur, 20 November 1961; umur 53 tahun) adalah Wali Kota Surabaya yang menjabat sejak 28 September 2010. Ia adalah wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya sepanjang sejarahnya. Insinyur lulusan Arsitektur dan pasca sarjana Manajemen Pembangunan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember ini juga tercatat sebagai wanita pertama di Indonesia yang dipilih langsung menjadi wali kota melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia pasca Reformasi 98.
Tri Rismaharini menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Kediri dan lulus pada tahun 1973. Ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Surabaya, lulus pada tahun 1976, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Surabaya dan lulus pada tahun 1980.
Ia menempuh pendidikan sarjana di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan lulus pada tahun 1987. Ia kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, lulus pada tahun 2002. Dalam acara ITS EXPO, April 2014, Tri Rismaharini mengungkapkan keinginannya untuk menjadi dosen di almamaternya, ITS, seusai selesai mengabdi sebagai Wali Kota Surabaya.[6]

A.3.2 Kebijakan Politik Walikota Surabaya
Sebuah kebijakan harus didahului pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil harus mencerminkan mayoritas yang mendukung keputusan itu, atau dengan kata lain keputusan yang diambil harus mencerminkan keinginan orang banyak dan bukan keinginan sendiri. Esensi dalam pengambilan keputusan dalam politik adalah pengambilan kekuasaan yang mencerminkan representasi public yang diwakili, sebagaimana dikemukaan oleh Benyamin Disraeli bahwa “Politics are the possession and distribution of power”. (Cummings, 1985). Sebuah pengambilan keputusan dari berbagai alternative yang mungkin bisa saja terjadi harus mendapat prioritas daripada kepentingan yang lain.[7]
Ibu Risma adalah wanita yang memiliki segudang prestasi. Prestasinya dimulai ketika beliau menjabat sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Bappeko Surabaya hingga menjabat sebagai Walikota Surabaya sampai sekarang. Sebelum menduduki kursi Walikota Surabaya, beliau pernah menjabat juga sebagai Kepala Cabang Dinas Pertamanan Kota Surabaya, Kepala Bagian Bina Bangunan, Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Suabaya dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.
Kebijakan Kontroversial
Tri Rismaharini - akrab disapa Risma - menjadi Wali Kota Surabaya wanita pertama periode 2010-2015. Beberapa kebijakan kontroversial Risma, antara lain kebijakan menolak rencana pemerintah pusat untuk membangun jalan tol tengah di Surabaya. Hal ini karena tidak menyelesaikan kemacetan Kota Surabaya. Beliau lebih memilih meneruskan proyek frontage road dan Middle East Ring Road (MERR-IIC) yang akan menghubungkan area industri Rungkut hingga ke Jembatan Suramadu melalui area timur Surabaya.
Selain itu, menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) No. 56 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, dan Perwali No. 57 Tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas di Kawasan Khusus Kota Surabaya. Kedua Perwali itu mengatur kenaikan pajak reklame ukuran besar dan sedang sebesar 25 persen, serta menurunkan pajak reklame ukuran kecil.
Tujuan menerbitkan dua Perwali tersebut untuk menekan pertumbuhan reklame ukuran besar yang kerap roboh terkena angin kencang apabila cuaca buruk, dan mempermudah Usaha Kecil Menengah memasang reklame kecil guna mempromosikan usaha mereka. Dengan meninggikan pajak reklame ukuran besar, maka diharapkan pengusaha iklan beralih memasang iklan di media massa ketimbang memasang reklame.
Dua Perwali tersebut menjadi dasar DPRD Surabaya mencoba melengserkan Risma pada 31 Januari 2011. DPRD Surabaya menganggap Risma melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, karena sang wali kota tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Perwali.
Lalu, DPRD Surabaya pun merekomendasikan pemberhentian Risma, Wali Kota Surabaya. Keputusan itu didukung oleh enam dari tujuh fraksi politik yang ada di DPRD Surabaya. Bahkan termasuk PDIP yang mengusungnya sebagai Wali Kota Surabaya. Hanya fraksi PKS yang menolak.
Akhirnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan tak ada cukup alasan untuk memecat Wali Kota Surabaya. Gamawan menegaskan, Peraturan Wali Kota tidak bisa dijadikan alasan pemecatan. Kesalahan administrasi dalam proses penerbitan Perwali tersebut - tak dilibatkannya SKPD dalam penyusunan Perwali - masih manusiawi.
Segudang Penghargaan.
Tri Rismaharini, selama menjadi Wali Kota Surabaya mempunyai segudang penghargaan. Penghargaan Risma yang telah diperoleh antara lain: (a) 2012 Women Leader Award dari Globe Asia, (b) Tokoh Tempo 2012: Bukan Bupati Biasa, (c) Indonesia Digital Society Award 2013: The Best of Diamond Champion kategori Government, (d) Future Gov Award Indonesia 2013, kategori Future City of The Year, (e) MIPI Award 2013, Kategori Praktisi Pemerintahan, (f) Indonesia Marketeers Champion 2013, kategori Government and Public Service, (g) Adipura, untuk kategori kota metropolitan tahun 2011, 2012, dan 2013, (h) Kalpataru Nasional, (i) Penghargaan Internasional Future Gov Tingkat Asia-Pasifik 2013, kategori Data Center melalui Media Center Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui Broadband Learning Center, (j) Penghargaan Kota Sehat Swastisaba Pradapa, (k) Penghargaan Internasional Taman Bungkul, The 2013 Asian Townscape Award dari PBB.
Selanjutnya, penghargaan Walikota Surabaya Taraf Nasional dan Internasional Tahun 2012, yaitu Juara 1 Kategori Kota Indonesia Green Region Award, People of the Year, Kota Peduli Perempuan, Citynet Kategori Kota Partisipasi Terbaik Se-Asia Pasifik, Juara 1 Tingkat Nasional Kegiatan OBIT (One Billion Indonesian Trees), Wahana Tata Nugraha.
Kemudian tahun 2011, yakni Taman Kota Terbaik Kategori Kota Metropolitan, Penghargaan Nasional Kota Layak Anak, Penghargaan Nasional Pataka Paramadhana Madya, Penghargaan KPK Terkait Inisiatif Anti Korupsi (Pemda), Asean Environmentally Sustainable City Award dan ICT Pura Kategori Utama.[8]

A.4 Prostitusi
A.4.1 Definisi Prostitusi
Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Prostitusi berasal dari bahasa Latin Pro-Stituere atau Pro-Stauree yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan  Prostitue adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tunasusila.
Professor W.A. Bonger[9] dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der Prostitue menulis definisi sebagai berikut. “Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata penaharian.” Pada definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata pencarian sehari-hari dengan jalan melakukan relasi-relasi seksual.
Sarjana P.J. de Bruine Van Amstel menyatakan sebagai berikut. “Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.” Definisi diatas mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis dan penyerahan diri wanita yang dilakukansecara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak lelaki.
Sedangkan pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut. “Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah.” Jelasnya, prostitusi itu bisa dilakukan baik wanita maupun pria. Jadi ada persamaan prediket lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan hubungan kelamin diluar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan cabuk tidak hanya berhubungan kelamin diluar nikah saja, akan tetapi termasuk peristiwa homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya.[10]

A.4.2 Motif-motif yang Melatarbelakangi Prostitusi
Isi prostitusi atau motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya prostitusi pada wanita itu beraneka ragam. Dibawah ini disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai berikut :
1.    Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan cepat. Kurang pengertia, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan prostitusi.
2.    Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
3.    Tekanan ekonoi, factor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang baik.
4.    Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewahan, namun malas bekerja.
5.    Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negative, terutama sekali terjadi masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman putrid, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.
6.    Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia prostitusi oleh bujukan-bujukan bandit seks.
7.    Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekan banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8.    Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada pemaritial sexrelation) untuk sekadar iseng atau untuk menikmati “masa indah” dikala muda. Atau symbol dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata. Selanjutnya gadis-gadis tadi terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas dengan pemuda-pemuda sebaya, lalu terperosoklah mereka kedalam dunia prostitusi.
9.    Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan melarat dan kotor engan lingkungan yang immoral yang sejak kecil selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila).
10. Oleh bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.
11. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang mempraktikan relasi seks, dan lain-lain.
12. Gadis-gadis pelayan tokoh dan pembantu rumah tangga tunduk yang patuh melayani kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.
13. Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin.
14. Disorganisasi dan disentegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu lari, kawin lagi atau hidup dengan patner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam diri dunia prostitusi.
15. Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa keluarganya.
16. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau keterampilan khusus.
17. Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam macam-macam permainan cinta, sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tuuan dagang.
18. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius.
19. Pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental, misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini.
20. Ajakan teman-teman sekampung yang sudah terjun lebih dulu dalam dunia prostitusi.
21. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.[11]

A.4.3 Jenis Prostitusi dan Lokalisasi
Jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya yaitu :
a)  Prostitusi yang terdaftar
Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan Jawatan sosial dan Jawatan kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisasikan dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodic harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.
b)  Prostitusi yang tidak terdaftar
Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara erorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi, tempatnya pun tidak tertentu. Bisa di sembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri, maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib. Sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter.[12]
Lokalisasi pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu merah, yang dikelola oleh mucikari atau germo. Ditempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian, dan alat berhias. Juga tersedia macam-macam gadis dengan tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda. Disiplin ditempat-tempat lokalisasi tersebut diterapkan sangat ketat, misalnya tidak boleh mencuri uang langganan, dilarang merebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji diluar, dilarang memonopoli seorang langganan, dan lain-lain. Wanita-wanita pelacur itu harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan, sekaligus juga uang keamanan agar mereka terlindung dan terjamin identitasnya.
Adapun tujuan dari lokalisasi ini ialah :
1)  Untuk menjauhkan masyarakat umum, terutama anak-anak puber dan adolesens dari pengaruh immoral dari praktek prostitusi juga menghindarkan dari gangguan-gangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita-wanita baik.
2)  Memudahkan pengawasan tunasusila, terutama mengenai kesehatan dan keamanannya.
3)  Mencegah pemerasan yang keterlaluan terhadap para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah.
4)  Memudahkan bimbingan mental bagi para PSK dalam usaha rehabilitasi dan resosialisasi. Kadang kala juga diberikan pendidikan keterampilan dan latihan-latihan kerja, sebagai persiapan untuk kembali keddalam masyarakat biasa.
5)  Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi para tunasusila yang benar-benar bertanggung jawab dan mampu membawanya kejalan yang benar.[13]

A.4.4 Reaksi Sosial
Kenyataan membuktikan bahwa semakin ditekan prostitusi, maka semakin luas menyebar prostitusi tersebut. Reaksi sosial itu bisa bersifat menolak sama sekali dan mengutuk keras serta emmberikan hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bodoh dan acuh serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci, ngeri, jijik, takut dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan rasa senang, memuji-muji, mendorong dan simpati.
Apabila deviasi atau penyimpangan tingkah laku berlangsung terus-menerus dan jumlah pelacur menjadi semakin banyak menjadi kelompok-kelompok deviant dengan tingkah lakunya yang menyolok, maka terjadilah perubahan pada sikap dan organisasi masyarakat terhadap prostitusi. Terjadi pula perubahan-perubahan dalam kebudayaan itu sendiri. Stigma atau noda sosial dan eksploitasi komersialisasi seks yang semula dikutuk dengan hebat, kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala sosial yang umum. Usaha penghukuman, pencegahan, pelarangan, pengendalian, reformasi, dan perubahan, semuanya ikut bergeser dan berubah. Tngkah laku seksual immotile yang semula dianggap noda bagi kehidupan normal dan mengganggu sistem yang sudah ada, mulai diterima sebagai gejalan yang wajar. Yang semua ditolak oleh umum, kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat, demikian pula halnya dengan gejala prostitusi ini.[14]

A.4.5 Akibat-Akibat Prostitusi
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh prostitusi adalah sebagai berikut :
1)  Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit.
2)  Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh PSK biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan.
3)  Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa pebur dan adolensensi.
4)  Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan nerkotika (ganja, morfin, heroin dan lain-lain).
5)  Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama.  Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hokum, dan agama.
6)  Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia. Pada umumnya wanita-wanita PSK itu Cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo, centeng, pelindung, dan  lain-lain. Dengan kata lain ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para PSK ini.
7)  Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya; impotensi, anorgasme, nymphomania, satiriasis, ejakulasi premature yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain.[15]

A.5 Lokalisasi Prostitusi Dolly
Dolly atau Gang Dolly adalah nama sebuah kawasan lokalisasi pelacuran yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur "dipajang" di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase.
Konon lokalisasi ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura. Bahkan pernah terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu daerah tujuan wisata Surabaya bagi wisatawan mancanegara.
Gang Dolly ini sudah ada sejak zaman Belanda dan dikelola oleh seorang perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Dolly van der mart. Keturunan dari Dolly sampai sekarang masih ada di Surabaya, meskipun sudah tidak mengelola bisnis. Kawasan Dolly berada di tengah kota, berbaur dengan pemukiman penduduk yang padat, di kawasan Putat, Surabaya. Kompleks lokalisasi Dolly menjadi sumber rezeki bagi banyak pihak. Bukan hanya bagi pekerja seks, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang parkir, tukang ojek, dan tukang becak. Para pekerja seks berasal dari Semarang, Kudus, Pati, Purwodadi, Nganjuk, Surabaya, dan Kalimantan.[16]

A.6 Respon
Respons adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respons biasanya diujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan.
Teori Behaviorisme menggunakan istilah respons yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Respons adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respons dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisikan.[17]
Respon adalah Setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon) terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Gulo (1996), respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus atau merupakan hasil stimulus tersebut. Individu manusia berperan serta sebagai pengendali antara stimulus dan respon sehingga yang menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri (Azwar, 1988). Interaksi antara beberapa faktor dari luar berupa objek, orang-orang dan dalam berupa sikap, mati dan emosi pengaruh masa lampau dan sebagiannya akhirnya menentukan bentuk perilaku yang ditampilkan seseorang.
Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif (Azwar, 1988). Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk menjauhi objek tersebut.[18]


B.  Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan ajaran mengenai metode-metode yang digunakan dalam proses penelitian untuk mendapatkan data ataupun informasi guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian.

B.1 Pendekatan Penelitian
Pedekatan yang digunakan adalah pendekatan kritis. Paradigm kritis berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur social yang tidak adil. Sejak abad pencerahan sampai era globalisasi ini, ada empat paradigma ilmu pengetahuan social dalam mengungkapkan hakekat realitas atas ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini.
Keempat paradigma itu ialah : positivism, postpositivisme, konstruktivisme, dan analisis wacana kritis (guba & egon).[19]  peneliti memilih pada paradigm kritis sebagai salah satu alternatif dalam melihat dan menemukan realitas sosial atau kebenaran khususnya realitas komunikasi politik. Paradigm atau aliran ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh mazhab frankfurt, yang berangkat dari pemikiran marxisme, meskipun sekarang sudah semakin jauh dari landasan alasannya.
Diantara tokoh-tokohnya adalah max horkheimer, theodore adorno, hebert marcuse, dan tokoh pemikir teori kritis temporer sampai sekaarang yaitu jurgen habermas. Paradigma kritis (critical paradigma) adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial.
Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan system yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti: feminism, cultural stidies, posmodernisme (aliran ini tidak mau dikategorikan dalam golongan kritis) tetapi kesemuanya aliran tersebut memilki tiga asumsi dasar yang sama.
Pertama, semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Kedua, paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial tersembunyi. Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk menggabungkan teori dan tindakan (praksis).
Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak hanya dipahami sebagai stidi bahasa. Bahasa dianalisis tidak hanya dari aspek kebahasaanya saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu. Karena analisis wacana adalah studi tentang struktur dalam komunikasi lebih tepatnya mengenai aneka fungsi (pragmatic) bahasa, analisis kritis ini dapat memberikan kesadaran nyata pada masyarakat atas peran mereka dalam memberikan makna pada sebuah konteks.
Menurut sobur[20], analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah melalui aneka fungsi bahasa. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat alam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana.

B.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis isi kualitatif, analisis isi kualitatif ini yang dominan dan lebih banyak digunakan. Menurut eriyanto[21], analisis isi kualitatif lebih menekankan pada pertanyaan “Apa” (What). Karena melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga  bagaimana pesan itu disampaikan. Analisis wacana lebih melihat pada “Bagaimana” (How) dari pesan teks komunikasi. Analisis wacana justru berpresentasi memfokuskan pada pesan laten (tersembunyi). Makna suatu pesan dengan demikian tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak nyata dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembungi. Presentase analisis wacana adalah muatan, nuansa, dan makna laten (terpendam) dalam teks.

B.3 Jenis dan Sumber Data
B.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini diantaranya adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari karya ilmiah, artikel, buku, internet dan bahan tertulis lainnya yang dapat melengkapi data penelitian.

B.3.2 Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari internet, karya ilmiah, artikel, buku, sehingga peneliti dapat menyelesaikan suatu penelitian dengan baik, karena didukung oleh data-data yang mendukung dari tulisan-tulisan yang sudah dipublikasikan.

B.4 Subyek dan Obyek Penelitian
B.4.1 Subyek Penelitian
Moleong (2010: 132) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Sejalan dengan definisi tersebut, Moeliono (1993: 862) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang yang diamati sebagai sasaran penelitian. Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan sebagai informan adalah beberapa sample mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Surabaya.

B.4.2 Obyek Penelitian
Yang dimaksud obyek penelitian, adalah hal yang menjadi sasaran penelitian ( Kamus Bahasa Indonersia; 1989: 622). Menurut (Supranto 2000: 21) obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas (Anto Dayan, 1986: 21), obyek penelitian, adalah pokok persoalan yang hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah pandangan mahasiswa mengenai kebijakan bu Risma sebagai walikota Surabaya dalam upaya menutup lokalisasi prostitusi Dolly di Surabaya.

B.5 Teknik Pengumpulan Data
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang didasarkan pada  percakapan secara intensif dengan suatu tujuan (Marshall dan Rossman, 1989 :82).
Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden (Black. 2009: 305). percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. percakapan in-formal menunjuk pada kecenderungan sifat sangat terbuka sehingga wawancara benar-benar mirip dengan percakapan (Pawito, 2007: 132).
Dalam penelitian ini, kami mewawancarai subyek penelitian yang yang disebutkan tadi, yang mana sebagai mahasiswa Surabaya.

B.6 Identitas Narasumber
Dalam penelitian ini, kami menggunakan 5 narasumber yang mewakili kampuanya masing-masing sebagai subjek penelitian. Kesemuanya adalah mahasiswa aktif dibeberapa Universitas atau Perguruan Tinggi di Surabaya. Dengan rician sebagai berikut :

1)  Burhanuddin Assyadilly
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Administrasi Negara semester 7 di UNSURI Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Rungkut Kidul Gg 5 Surabaya.

2)  Asmaul Fauziyah
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester 1 di UNIPA Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Wadung Asri.

3)    Zahrotun Nisa’
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab semester 1 di Universitas Muhammadiyah. Beliau bertempat tinggal di kawasan Jl. Mojopahit 666B.

4)    Nur Laily Faizah
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Sosiologi semester 7 di UNESA Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Rungkut Kidul Gg 5 Surabaya.

5)    Isti’adzah Putri Sendari
Beliau adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 3 di UINSA Surabaya.


BAB III
HASIL PENELITIAN

A.  Deskripsi Data Penelitian
Kehidupan malam diberbagai kota sudah bukan lagi hal yang luar biasa. Sudah tak sedikit yang terjebak dalam kerasnya dunia malam. Bahkan seolah-olah sudah menutup kemungkinan bagi mereka yang terlanjur masuk dalam dunia tersebut untuk kembali pada kehidupan yang normal.
Sejarah prostitusi di Surabaya hampir setua sejarah ibu kota Jawa Timur ini. Pada mulanya, pelacuran ini merebak di kawasan pesisir, lantas merambah daerah pinggiran. Kini, Surabaya dikepung bisnis jasa seks itu.
Prostitusi di Surabaya tumbuh seiring dengan perkembangan kota itu sebagai kota pelabuhan, pangkalan Angkatan Laut, dan tujuan akhir kereta api. Saat penjajahan Belanda pada abad ke-19, Surabaya sudah dikenal dengan kegiatan pelacuran. Catatan resmi sejarah Kota Surabaya menyebutkan, tahun 1864, terdapat 228 pelacur di rumah-rumah bordil di kawasan Bandaran di pinggir Pelabuhan Tanjung Perak.
Dari sejarah yang terlanjur tua mengenai asal muasal kegiatan prostitusi, sepertinya masyarakat dahulu lebih akrab dengan kegiatan ini. Begitulah seterusnya hingga kegiatan itu tak bisa dihentikan hingga kini, bahkan mayoritas dari mereka menjadikan ini sebagai lahan pekerjaan. Berbagai motif melatarbelakangi pekerjaan, diantaranya yang paling sering terucap yaitu motif ekonomi, banyak sekali yang menggunakan ekonomi sebagai alasan dasar mereka yang masuk dalam dunia prostitusi.
Seperti halnya yang dipaparkan oleh Zahrotun Nisa, salah satu narasumber yang peneliti wawancarai.
“Sebenarnya diantara mereka juga tidak mau berbuat seperti itu, tapi apalah daya, semua karena keadaan ekonomi yang memaksa mereka bertindak seperti itu, menjadikan hal yang tak bermoral itu sebagai ladang pekerjaan”[22] begitulah jawabannya.
Semakin besarnya perkembangan lokalisasi prostitusi itu menimbulkan kecemasan bagi mayarakat lain, tak hanya diam, bu Risma sebagai walikota Surabaya berupaya membuat kebijakan politik untuk menutup tempat tersebut. Beberapa hal yang telah dilakukan bu Risma menunjukkan hasil yang positif, diantaranya yaitu tercapainya tujuan, lokalisasi prostitusi Dolly tersebut telah resmi ditutup.
Banyak dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini, diantaranya yaitu dampak positif,  tempat yang selama ini menjadi sarang tindak ketidak moralan sudah tidak ada, terbebasnya PSK yang terpaksa melakukan pekerjaan tersebut, dan lain-lain. Namun tidak menutup kemungkinan adanya dampak negative juga dari kebijakan politik tersebut apabila tidak diimbangi dengan usaha perbaikan dan penanggulangan yang tepat.
Seperti realita yang terjadi kini malah semakin parah, keresahan warga semakin besar, prostitusi semakin menjadi-jadi, penyebarannya semakin luas, bahkan kini telah ada situs PSK online. Begitu juga yang diutarakan oleh Burhanuddin yang telah peneliti wawancarai sebelumnya.
“Saya setuju dengan kebijakan politik tersebut, namun ada beberapa syarat. Jadi dari pihak pemerintah tidak hanya menutup tempat itu lalu usai, harus ada tindak lanjut yang memperhatikan kehidupan para pekerja disitu setelahnya. Harus ada kompensasi yang jelas, para mantan PSK perlu disediakan lapangan kerja, agar tak nganggur tiba-tiba. Soalnya kasus penutupan Dolly ini bersifat kompleks, agak ruwet. Apalagi dengar-dengar kabar yang beredar kini jejraing PSK merambah kedunia maya dan semakin terorganisir, malah yang lebih parah sekarang ada situs sosial media PSK online, Akan semakin bahaya kalau pemerintah tidak peka. Kegiatan prostitusi akan terjadi dimana-mana, dari hotel ke hotel. Bahkan hampir merata di Surabaya”.[23]
Dari beberapa dampak yang semakin parah itu memang seharusnya perlu diadakan tindak lanjut dari kebijakan politik tersebut. Bukan berarti setelah menutup lokasi itu, usai sudah kegiatan prostitusi. Bahkan semakin parah dan tersebar luas. Ancaman bagi masyarakat lain khususnya yang masih anak-anak akan lebih besar bila tidak ada kebijakan selanjutnya.



Gambar I. Salah satu situs PSK online yang masih aktif dan mudah dijangkau

Jangkauan luas semakin memudahkan para pria hidung belang untuk melakukan prostitusi diberbagai tempat yang mereka inginkan. Terlalu banyak dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini. Alangkah lebih baiknya diimbangi dengan solusi yang tepat dan tindak lanjut dari kebijakan ini, berikut yang diutarakan oleh Nur Laily Faizah yang peneliti wawancarai tempo hari.
“Harus ada solusi sebagai penawaran atas penutupan lokalisasi tersebut, diantaranya yaitu berusaha memenuhi kebutuhan fisik berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal, serta memberikan informasi mengenai lapangan kerja atau bahkan menyediakan lapangan pekerjaan. Memenuhi kebutuhan psikis juga berupa siramana rohani agar mereka termotivasi untuk tetap bertahan hidup dengan pekerjaan yang lain.”[24]
Senada dengan pernyataan yang diberikan oleh Asmaul Fauziyah, salah satu yang termasuk dalam subyek penelitian ini.
“Para mantan PSK harus disediakan lapangan kerja, Memberikan pembinaan tetap secara kontinyu, agar mereka bisa sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan yang tidak baik itu. Karna pada dasarnya mereka melakukan hal serupa karena keterpaksaan, krisis ekonomilah yang membuat mereka melakukan pekerjaan yang tidak beradab tersebut. Dan mantan PSK jangan dikucilkan di masyarakat, karena mereka juga sama-sama manusia, hanya saja mereka berbeda nasib dengan yang lain.”[25]
Tak sedikit yang menaruh perhatian atas kebijkan ini, kegiatan yang bertentangan dengan hukum ini tak seharusnya ada, apalagi dari semua pihak agama dalam artian dari semua norma agama yang berlaku di Indonesia tak ada yang memberlakukan peraturan bahwa prostitusi diperbolehkan, semua menolak kegiatan tidak bermoral itu.  Seperti yang diutarakan oleh Isti’adzah selaku narasumber penelitian ini.
“Mengingat bahwa Negara kita adalah Negara yang meyakini suatu ajaran agama, maka prostitusi saya rasa melanggar salah satu tatanan ajaran umat beragama. Tidak selayaknya hal tersebut tetap dipertahankan.“[26]
Tindakan tegas Pemerintah Kota Surabaya dalam mengalihfungsikan beberapa lokalisasi di Surabaya, tidak sekadar untuk mengangkat martabat masyarakat setempat, namun juga agar beralih profesi menjadi lebih mandiri.
Lebih dari itu, penutupan lokalisasi juga dimaksudkan untuk menyelamatkan masa depan anak-anak. Ini karena keberadaan lokalisasi ternyata menjadi horor menakutkan yang menimbulkan trauma mendalam bagi anak-anak yang selama ini tumbuh dan berkembang di kawasan mesum tersebut.

B.  Analisis Hasil Penelitian
Pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara kepada para mahassiswa yang menjadi subyek penelitian, peneliti memperoleh banyak sekali informasi mengenai perkembangan prostitusi setelah kebijkan politik walikota Surabaya untuk menutup lokalisasi prostitusi Dolly tersebut. Banyak dari mereka menyetujui adanya kebijakan politik tersebut dengan alasan memperbaiki nama baik Surabaya yang sudah lama tercemar dengan adanya lokalisasi prostitusi tersebut, namun tak sedikit pula yang tidak sependapat atau mendukung upaya penutupan lokalisasi prostitusi Dolly tersebut, dikarenakan ada beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan mereka.
Beberapa dampak yang ditimbulkan dari kebijakan poitik tersebut mengandung segi positif, diantaranya yaitu :
·      Terbebasnya mayarakat sekitar dari kegiatan seks bebas, khususnya anak-anak kecil yang masih puber.
·      Terselamatkannya masa depan anak-anak.
·      Salah satu lokasi yang digunakan sebagai tempat perzinahan telah resmi ditutup.
·      Terbebasnya para mantan PSK dari pekerjaan yang menyiksa lahir dan batin mereka.
·      Menurunkan tingkat penyebaran virus HIV/AIDS di kota surabaya.
·      Surabaya kembali mendapatkan
Namun tak hanya itu, dampak negative dari penutupan lokalisasi prostitusi Dolly tersebut juga banyak bermunculan setelah resmi ditutup, diantaranya yaitu :
·      Apabila tidak ada kompensasi yang jelas, maka para mantan PSK tersebut menjadi penggangguran tiba-tiba karena kehilangan pekerjaan secara paksa dan mendadak.
·      Jaringan PSK semakin luas, memanfaatkan sosial media untuk mempertahankan keeksistensiannya melalui jejaring sosial, diantaranya yaitu bermunculan situs-situs porno yang menawarkan PSK secara online.
·      Merambah ke dunia maya, ini yang lebih parah karena banyak anak kecil dibawah usia yang telah banyak memiliki akun pribadi seperti facebook, twitter dan lain-lain. Bahaya yang ditawarkan akan lebih besar apabila prostitusi ini mempengaruhi anak-anak dibawah usia.
·      Praktek prostitusi semakin luas, salah satunya yaitu memanfaatkan hotel sebagai tempat melakukan perbuatan tidak bermoral tersebut.
·      Keberadaan PSK semakin merata di Surabaya, bisa saja sewaktu-waktu mereka kembali pada pekerjaan yang tidak bermoral tersebut ditempat yang baru dan menimbulkan dampak negative bagi warga baru sekitarnya.
·      Tidak hanya PSK saja yang kehilangan pekerjaan, namun banyak juga elemen-elemen pencari rizki yang bergantung pada kehidupan yang berlangsung di Dolly sebagai ladang pekerjaan, seperti ibu-ibu tukang cuci baju, tukang parker, tukang becak, dan lain-lain kehilangan pekerjaan mereka.
Dari beberapa dampak yang telah peneliti paparkan diatas dapat diketahui bahwa kebijakan politik untuk menutup lokalisasi prostitusi Dolly bisa sepenuhnya berdampak baik apabila ada tindak lanjut untuk mengganti pekerjaan para PSK maupun para pekerja lainnya yang menggantungkan kehidupan malam dunia prostitusi Dolly demi sebuah rupiah.
Jadi kebijkan politik seharuanya tidak hanya sampai pada tahap penutupan saja, melainkan juga menjamin pekerjaan pengganti bagi mereka yang kehilangan pekerjaan secara paksa dan mendadak tersebut. Seharusnya juga walikota Surabaya sebagai penegak kebijakan politik dalam hal penutupan lokalisasi prostitusi tersebut juga menyediakan lahan pekerjaan baru bagi para PSK dan pekerja lainya demi tetap mempertahankan tujuan awal untuk meminimalis kegiatan prostitusi di Surabaya, agar mereka tidak merasa dirugikan dan tetap bisa bertahan hidup dengan mendapat pekerjaan yang lebih wajar dan halal.
Selain itu alangkah baiknya juga walikota Surabaya memberikan pelatihan keterampilan tambahan guna membimbing mereka untuk mencari pekerjaan, memenuhi kebutuhan psikis juga berupa siramana rohani agar mereka termotivasi untuk tetap bertahan hidup dengan pekerjaan yang lain, berusaha memenuhi kebutuhan fisik berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal, serta memberikan informasi mengenai lapangan kerja atau bahkan menyediakan lapangan pekerjaan.
Dengan begitu usaha penutupan tidak akan sia-sia bahkan berdampak buruk apabila hal yang tidak diinginkan tersebut merambat lebih luas keseluruh daerah Surabaya.


BAB IV
PENUTUPAN

A.  Simpulan

Setelah penulis menulis berbagai macam pandangan beserta alasan masing-masing mahasiswa terhadap kebijakan politik walikota Surabaya dapat disimpulkan bahwa setelah kebijakan tersebut terlaksana banyak sekali dampak yang timbul pasca penutupan lokalisasi prostitusi Dolly tersebut, dibandingkan dengan dampak positif, dampak negatifnya lebih banyak ditemukan. Meski ada dampak positif yang sangat mendukung, namun tak menutup kemungkinan munculnya dampak negative, juga mengundang kontroversi diantara pihak yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

B.  Saran

Melihat banyaknya pandangan yang berbeda dari setiap lapisan masyarakat mengundang pro kontra, apalagi masalah yang terkait merupakan hal yang menarik banyak perhatian, terciptalah juga berbagai dampak yang dirasakan bagi pelaku subjek dan objek yang bersangkutan.
Mengenai kebijkan politik walikota Surabaya dalam menutup lokalisasi prostitusi Dolly juga mengundang banyak pro kontra, diantaranya sudah banyak disebutkan oleh penulis dalam laporan penelitiannya ini.
Dari semua data dan hasil penelitian ditemukan beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki, baik bagi warga maupun pihak pemerintah. Beberapa saran yang diajukan antara lain sebagai berikut :
·      Bagi masyarakat, untuk melakukan kebijakan politik ini tidak mudah, perlu adanya keberanian dan juga tekad yang kuat untuk menutup lokalisasi prostitusi Dolly tersebut, motif yang melatarbelakangi juga berdasarkan niat baik, untuk melindungi anak-anak kecil dari perbuatan yang tidak bermoral, membebaskan para PSK yang terpaksa bekerja seperti itu dengan alasan ekonomi dan lain-lain. Setidaknya memberi dukungan dan bekerjasama untuk mewujudkan Surabaya sebagai kota yang benar-benar green and clean, bukan hanya clean dari sampah makanan ataupun lainnya, tapi juga terhindar dari sampah masyarakat.
·      Untuk pihak pemerintah, lebih peka lagi dengan realita, kebijakan ini tidak berhenti begitu saja hanya sampai pada usaha penutupan, tetapi juga menindaklanjuti kehidupan berikutnya bagi para pekerja yang turut tergusur oleh penutupan lokalisasi tersebut. Lebih memperhatikan pekerjaan warga sekitar yang menggantungkan rizkinya pada kehidupan ditempat lokalisasi sebelumnya.
·      Untuk pihak keamanan yang dibawah naungan pemerintah, melakukan pengamanan yang lebih ketat lagi diberbgai daerah yang memungkinkan menjadi tempat pelarian para PSK yang telah tergusur dari Dolly. Juga mengaktifkan pengamanan di dunia maya, yang kini banyak ditemukan situs-situs jual PSK online beredar yang mudah dijangkau dimana saja dan kapan saja.
·      Untuk pemerintah, menyediakan lapangan kerja sebagai ganti pekerjaan para mantan PSK yang menganggur tiba-tiba karena penutupan lokalisasi prostitusi tersebut. Memberikan pelatihan keterampilan, agar mereka bisa diterima kerja ditempat lain. Menyediakan solusi sebagai penawaran atas penutupan lokalisasi tersebut, diantaranya yaitu berusaha memenuhi kebutuhan fisik berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal, serta memberikan informasi mengenai lapangan kerja. Memenuhi kebutuhan psikis juga berupa siramana rohani agar mereka termotivasi untuk tetap bertahan hidup dengan pekerjaan yang lain
·      Untuk para warga sekitar ataupun masyarakat luas, tidak perlu mengucilkan para pantan PSK, justru alangkah lebih baiknya memperlakukan para mantan PSK itu layaknya manusia biasa.  Karena sejatinya mereka juga hanya sebatas manusia, tak lebih, hanya saja mereka berbeda nasib dengan yang lainnya.
·      Untuk para penegak hukum, lebih ketat lagi memberlakukan peratutan undang-undangnya. Karena realita mengatakan mayoritas pengguna jasa PSK tersebut berasal dari kalangan kelas menengah keatas yang notabenenya kebanyakan dari para pejabat-pejabat Negara yang seharusnya telah faham betul dengan hukum Negara.


DAFTAR PUSTAKA

·         Buku

Kartono, Kartini. “Patologi Soial”, Jakarta, Rajawali Pers, 2013
Mudjiono, Yoyon. Pengantar Ilmu Komunikasi, Surabaya, Jaudar Pers, 2013.
Cangara, Hafied. “Komunikasi Politik konsep, teori dan strategi”, Jakarta, Rajawal Pers, 2011.
Kamus Besar bahasa Indonesia edisi III. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
W.A. Bonger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitue, Verspreide Geschriften, dell II, Amsterdam, 1950, terjemahan B. Simanjutak, Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967
  Mulia, T.S.G. et. Al., Pelacuran, Ensiklopedia Indonesia, Penerbit N.V.W. van Hoevc, Bandung
Sobur, Alex, “Analisis Teks Media; Suatu Wacana Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Freming” Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.Eriyanto, “Analisis Wancan; Pengantar Analisis Teks Media” Yogyakarta; LKiS, 2001.

·         Artikel dan Berita













LAMPIRAN-LAMPIRAN

Judul Penelitian  : Kebijakan Politik Walikota Surabaya Terhadap penetupan Lokalisasi Prostitusi Dolly Di Mata Mahasiswa

Kajian Penelitian :Komunikasi Politik, Kebijakan, Politik, Prostitusi, Lokalisasi

Ø  Pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, diantaranya yaitu :

1.  Setujukan anda dengan kebijakan politik walikota Surabaya dalam menutup lokasi prostitusi Dolly ?
2.  Apa alasannya ?
3.  Kira-kira dampak apa yang akan terjadi setelah penutupan lokalisasi prostitusi Dolly tersebut ?
4.  Lalu solusi apakah yang tepat untuk menangani hal tersebut ?

Ø  Identitas narasumber

1)  Burhanuddin Assyadilly
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Administrasi Negara semester 7 di UNSURI Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Rungkut Kidul Gg 5 Surabaya.

2)  Asmaul Fauziyah
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester 1 di UNIPA Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Wadung Asri.

3)    Zahrotun Nisa’
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab semester 1 di Universitas Muhammadiyah. Beliau bertempat tinggal di kawasan Jl. Mojopahit 666B.

4)    Nur Laily Faizah
Beliau adalah Mahasiswa jurusan Sosiologi semester 7 di UNESA Surabaya. Beliau bertempat tinggal di kawasan Rungkut Kidul Gg 5 Surabaya.

5)    Isti’adzah Putri Sendari
Beliau adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 3 di UINSA Surabaya.





[1] Yoyon mudjiono. Pengantar Ilmu Komunikasi, 2013. Jaudar Pers, Surabaya. Hal 6-7
[2] “Pengertian Politik secara lengkap dan singkat”
[3] Prof. Hafied Cangara, M.S., Ph.D. “Komunikasi Politik konsep, teori dan strategi” (Jakarta, Rajawal Pers, 2011), Hal. 29
[4]Kota Surabaya” http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya, Monday-08-12-2014, at 9:29 PM
[5]  Bastian Widyatama, “Konsep dan Teori kebijakan public” http://politik.kompasiana.com/2013/04/07/konsep-dan-teori-kebijakan-publik-543743.html Tuesday-16-12-2014, at 10.32 AM
[6]  “Profil lengkap bu Tri Rismaharini” http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini Wednesday-17-12-2014, at 06.09 PM
[7] Ibid. Hal 27
[9] Prof. W.A. Bonger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitue, Verspreide Geschriften, dell II, Amsterdam, 1950. (terjemahan B. Simanjutak, Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967).
[10] Mulia, T.S.G. et. Al., Pelacuran, Ensiklopedia Indonesia, Penerbit N.V.W. van Hoevc, Bandung, Hal. 161
[11] Ibid, Hal. 245
[12] Ibid, Hal. 251
[13] Dr. Kartini Kartono, “Patologi Soial” (Jakarta, Rajawali Pers, 2013),, Hal. 254
[14] Dr. Kartini Kartono, “Patologi Soial” (Jakarta, Rajawali Pers, 2013), Hal. 257
[15] Ibid, Hal. 249
[16] “Sejarah nama tempat Dolly” http://id.wikipedia.org/wiki/Dolly,_Surabaya, Friday-12-12-2014, at 8:43 PM
[17] Wikipedia “Pengertian Respon” http://id.wikipedia.org/wiki/Respons Wednesday-17-12-2014, at 07.49 PM
[19] Guba dan Egon, “Paradigma komunikasi kritis” dalam http://www.scribd.com/doc/17187005/paradigma-komunikasi-kritis Monday-16-04-2012 at 01:10am
[20] Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Wacana Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Freming. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Hal.48
[21] Eriyanto, Analisis Wancan; Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta; LKiS, 2001), Hal. 337
[22] Hasil wawancara dengan Zahrotun Nisa, Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab semester 1 dari Universitas Muhammadiyah, yang dilakukan pada tanggal 10 desember 2014 pukul 10.00 WIB.
[23] Hasil wawancara dengan Burhanuddin Asyadili, Mahasiswa jurusan Administrasi Negara semester 7 di Universitas Sunan Giri (UNSURI) yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2014 pukul 13.00 WIB.
[24] Hasil wawancara dengan Burhanuddin Asyadili, Mahasiswa jurusan Administrasi Negara semester 7 di Universitas Sunan Giri (UNSURI) yang dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2014 pukul 13.00 WIB.
[25] Hasil wawancara dengan Nur Laily faizah Mahasiswa jurusan sosiologi semester 7 di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2014 pada pukul 20.00 WIB.
[26] Hasil wawancara dengan Isti’adzah Putri Sendari Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 3 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 11.00  WIB.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

mayaa kereeennn :D

DUNIA MAYA mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

mayaaa :)))

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com