Rabu, 15 Oktober 2014

LOGIKA dan BERFIKIR ILMIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas berpikir. Dengan berpikir manusia mampu memberi makna bagi realitas yang hadir dihadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian. Artinya orang itu benar-benar dikatakan sebagai manusia ketika ia mampu memaknai realitas yang mewujud dihadapannya. Dan mampu memberikan reaksi secara proposional dan professional.
Tujuan langsung dari logika hanya menelaah hal-hal yang berksar pada teknik berpikir yang menjadi milik manusia. Adapun tujuan berpikir lebih lanjut yaitu sebagai tujuan terakhir ialah mencapai kebenaran.
Dengan kata lain ditunjuk sasaran atau bidang logika, yaitu kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Dengan berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk “mengolah” pengetahuan yang telah kita terima melalui panca indra, dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran.
Jadi dengan istilah “berpikir” ditunjukkan suatu kegiatan akal yang khas dan terarah. Dengan kata-kata yang lebih sederhana dapat dikatakan berpikir adalah “berbicara dengan diri sendiri didalam batin” (Plato, Aristoteles); mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu realitas.
Dengan ini ditunjukkan segi khusus yang diperhatikan dalam logika, yaitu tepatnya pemikiran kita. Suatu jalan yang tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan seperti yang dikemukakan dalam logika disebut “logis”. Jalan pikiran yang tidak mengindahkan patokan-patokan logika itu tentu berantakan dan sesat dan dari pikiran yang tersesat akan timbul tindakan yang sesat pula.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Prinsip-prinsip dasar logika
Dasar logika yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk logika adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan.[1]
Prinsip-prinsip dasar logika :
1)      Prinsip Identitas (Principium Identitas)
Prinsip ini sebetulnya amat sederhana tetapi sebaliknya amatpenting. Prinsip ini adalah dasar dari semua pemikiran dan bahkan prinsip yang lain. Kita tidak mungkin dapat berpikir tanpa prinsip ini. Prinsip ini mengatakan “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri” dengan kata lain bahwa sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainya. Jika kita mengatakan Z maka ia adalah Z dan bukan A, B atau C. Bila kita beri perumusan akan berbunyi “Bila proposisi itu benar maka benarlah ia”.[2]
2)      Prinsip Keindividuan (Principium Individuationis)
Prinsip ini sebetulnya hanya merupakan penegasan dari prinsip pertama. Disini ditegaskan bahwa suatu hal bagaimana nampaknya sama dengan hal yang lain, toh tidak mungkin sama benar-benar, tidak identik! Tiap-tiap hal merupakan suatu individu, jadi lainlah dengan yang lain.
Mungkin seorang, Ahmad misalnya, mempunyai banya persamaan sifat dengan orang lain yang bernama Budi. Walaupun demikian tak pernahlah si Ahmad sama persis (identik) dengan Budi. Selama suatu hal dapat dihitung, jadi dapat disebut “satu”, lainlah ia dari yang lain. Tak aa dua buah batu yang sama. Tiap-tiap satu merupakan individu, dan yang dimaksudkan dalam prinsip ini adalah benda kongkrit.[3]
3)      Prinsip Kontradiksi (Principium Contradictoris)
Pendapat yang dikeluarkan secara positif disebut pengakuan, disitu diakui hubungan sesuatuterhadap sesuatu. Kalau disamping pengakuan ini dimajukian pengingkarannya dengan menambahkan “tidak” atau “bukan”, maka hanya satu pendapat saja yang benar, maksudnya hanya satu pendapat sajalah yang dianggap benar. Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuan. Jika kita mengakuibahwa sesuatu itu bukan A maka tidak mungkin pada saat itu ia adalah A, sebab realitas ini hanya satu sebagaimana disebut oleh prinsip identitas. Dengan kata lain = Dua kenyataan yang kontradiktoris tidak mungkin bersama-sama secara simultan. Jika hendak kita rumuskan, akan berbunyi “Tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan salah”
4)      Prinsip Penolakan Kemungkinan Ketiga (Principium Exclusi Tertii)
Prinsip ini mengatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran kebenarannya terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran adalah pertentangan yang mutlak, karena itu disamping tidak mungkin benar keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Bila pernyataan dalam bentuk positifnya salah berarti ia memungkiri realitasnya, atau dengan kata lain realitas ini bertentangan dengan pernyataannya. Dengan begitu maka pernyataan berbentuk ingkarlah yang benar, karena inilah yang sesuai dengan realitas. Juga sebaliknya, jika pernyataan ingkarnya salah, berarti ia mengingkari realitasnya, maka pernyataan positifnya yang benar, karena ia sesuai dengan realitasnya.
Pernyataan kontradiktoris kebenarannya terdapat pada salah satunya (tidak memerlukan kemungkinan ketiga). Jika kita rumuskan, akan berbunyi “suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau salah”[4]
5)      Prinsip Alasan yang Cukup (Principium Rationis Sufficientis)
Prinsip ini sebenarnya melengkapi sekali lagi prinsip identitas. Memang suatu hal yang merupakan individu itu sama dengan dirinya dan hanya dengan dirinya sendiri. Prinsip identitas dan individuation masih tetap berlaku setelah ada perubahan itu. Jadi kalau dikatakan A ya A, kalu A itu menjadi B, maka dalam keadaan itu harus lalu berlaku B ya B. prinsip alasan yang cukup ini hanya mengatakan, bahwa berubahnya A menjadi B itu haus ada alasannya yang cukup.[5]



B.   Pengertian berfikir ilmiah
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. [6]
Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan sekolah atau kampus. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari pekerjaan kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari pekerjaan kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain akan percaya dengan pekerjaan kita.
Berpikir ilmiah juga sangat penting dalam melakukan penelitian sesuatu, baik tentang tanaman, hewan, manusia dan sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan data itu sendiri harus sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil dari penelitian kita dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu berpikir ilmiah juga tanpa emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk itu sebagai manusia yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu menggunakan pemikiran ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar kita akan selalu menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong. Setiap manusia disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang.
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menguji hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah – langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan  empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu  menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.[7]

C.   Karakteristik berfikir ilmiah
Para mahasiswa selalu diajak untuk berpikir ilmiah.  Cara berpikir itu tidak saja terkait dalam kegiatan riset, atau tatkala mengikuti  perkuliahan di ruang kelas, melainkan juga dalam segala tindakannya sehari-hari.     Setiap  komunitas memiliki cara berpikir yang berbeda-beda. Orang kampus adalah disebut sebagai masyarakat ilmiah, sehingga cara berpikirnya pun juga harus mengikuti cara berpikir ilmiah. 
Setidaknya ada empat ciri berpikir ilmiah.
1.      Harus obyektif. Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya.   Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan  data yang  benar.  Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar.  Sebaliknya,   data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya.  Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih.
Ternyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan  harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.  Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan  seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah,   harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
2.      Rasional  atau secara sederhana orang menyebut masuk akal.   Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar.  Mereka bisa  mengenali  kejadian atau peristiwai mulai    apa yang  menjadi sebab dan apa pula  akibatnya.  Segala sesuatu   selalu mengikuti  hukum sebab dan akibat.  Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi  berkembang,  oleh karena  ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru  bagi  seseorang yang selalu berikir ilmiah  tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu  atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan  berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti  itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3.      Terbuka. Ia  selalu  memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka dan  masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan,  baik  berupa  pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4.      Selalu berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya  merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup. 
Keempat hal itulah karakteristik berpikir ilmiah, setidaknya yang harus disandang oleh warga kampus yang biasa disebut mampu berpikir ilmiah.[8]


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø Prinsip-prinsip dasar logika
Dasar logika yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk logika adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan.
Prinsip-prinsip dasar logika :
1)      Prinsip Identitas (Principium Identitas)
2)      Prinsip Keindividuan (Principium Individuationis)
3)      Prinsip Kontradiksi (Principium Contradictoris)
4)      Prinsip Penolakan Kemungkinan Ketiga (Principium Exclusi Tertii)
5)      Prinsip Alasan yang Cukup (Principium Rationis Sufficientis)
Ø Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
Ø Karakteristik berfikir ilmiah
Setidaknya ada empat ciri berpikir ilmiah.
1)      Harus obyektif.
2)      Rasional  atau secara sederhana orang menyebut masuk akal
3)      Terbuka
4)    Selalu berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mundiri. 2012. Logika, Jakarta: Rajawali Pers.
Surajiyo. 2012. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Poespoprodjo. 2011. Logika Ilmu Menalar. Bandung: CV Pustaka Grafika.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta.
Poedjawijatna. 2000. Logika – Filsafat Berpikir. Jakarta: PT. Rineka Cipta.






[1] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar(Jakata: cet. Ke-V, 2012), hal 34
[2] Mundiri, Logika (Jakarta: cet. Ke-15, 2012), hal 11
[3] Poedjawijatna, Logika-Filsafat Berpikir (Jakart: cet. Ke-9, 2000), hal 22
[4] Mundiri, Ibid., Hal 12
[5] Poedjawijatna, Ibid., Hal 25
[6] Kartono (1996, Khodijah, 2006) Hal 118
[7] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: 2009) Hal 68
[8] UIN Maliki Malang. Logika Filsafat (Malang 2009) hal. 73

Selasa, 14 Oktober 2014

sosok PEMIMPIN yang dibutuhkan

PEMIMPIN



Pada sebuah kumpulan yang  terstruktur pasti ada yang berdiri didepan sebagai pemimpin, dan pasti ada juga yang berbaris dibelakang otoritas atau jabatan pemimpin tersebut sebagai pendukung dan pelaku organisasi. Seorang pemimpin atau ketua adalah sebutan bagi orang yang mampu menggerakkan pengikut dibelakangnya untuk dapat mencapai tujuan kebersamaan organisasi. Pemimpin memegang kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu.
Ketika seseorang telah berada pada posisi sebagai pemimpin, ia dituntut untuk memiliki jiwa kepemimpinan, tegas, pedulu lingkungan, mau berkorban demi kepentingan umum dan ini fardlu ‘ain baginya. Kepemimpinan membutuhkan penggunaan kemampuan secara aktif untuk mempengaruhi pihak lain dan dalam mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan lebih dahulu. Dewasa ini kebanyakan para ahli beranggapan bahwa setiap orang dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dalam tingkat tertentu. Berbeda juga tingkat kepemimpinan bagi seorang pemimpin.
Banyak karakteristik kepemimpinan yang berlaku didunia, diantaranya yaitu kepemimpinan otokratis, demokratis, laissez faire, paternalistik dan masih banyak lagi. Namun mayoritas yang diinginkan pada setiap organisasi khususnya yang berada di indonesia yaitu kepemimpinan yang berbentuk demokratis. Alasan dari kebanyakan organisasi dengan sikap kepemimpinan yang demokratis ini yaitu keputusan tidak berada pada satu tangan saja, melainkan semua yang berkecimpung didalamnya memiliki hak yang sama dalam menyampaikan ide-ide yang dimiliki.
Kepemimpinan yang demokratis yaitu kepemimpinan yang keputusannya didapat dari hasil diskusi bersama, yang mana seorang pemimpin memberi kewenangan pada setiap anggotanya untuk menyampaikan inspirasinya yang kemudian untuk menentukan hasilnya, Para anggota bebeas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan kelompok. Pemimpin mengarahkan dua atau lebih alternative untuk lebih mengefixkan hasil mufakat yang diperoleh. Jadi tidak semena-mena hasil sepihak saja dari pemimpin. Seorang pemimpin disini bersifat objektif atau fact minded.
Seperti halnya seorang sopir angkotan umum yang akan mengantarkan penumpangnya ketempat tujuan, dia bertugas sebagai penunjuk arah juga sebagai pelaku utama yang menjalankan kendaraan tersebut. Tanpanya angkotan itu tidak akan berjalan dan ia tidak bisa semena-semana mengantar kemana saja yang ia mau sedangkan tidak sesuai dengan tujuan para penumpang. Begitu juga dengan sebelum adanya penumpang, sang sopir berusaha mencari dan mempengaruhi para calon penumpang untuk bersedia menaiki angkotan yang sedang dikendarainya. Dan untuk sang sopirnya itu pasti dia sudah dan harus memahami betul arah-arah yang akan dilaluinya, begitu juga pemimpin dalam sebuah organisasi yang seharusnya lebih tau kemanakah arah organisasi itu akan dibawa.
Kewajiban yang sudah umum bagi seorang pemimpin yang tak lain adalah harus lebih aktif bergerak dalam organisasi dibandingkan dengan anggota-anggotanya. Ini sudah bukan lagi hal yang perlu diciptakan, namun sudah seharusnya dimiliki oleh pemimpin. Entah bagaimana jika seorang pemimpinnya saja tidak begitu aktif dalam organisasi yang dipimpin, akan dibawa kearah mana organisasi tersebut, bisa-bisa akan hilang dan hanya tinggal nama dan sejarah. Yang sejarah itu sendiri tak akan ada yang mengetahuinya jika tidak ada generasi selanjutnya.
Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kwalitas kehidupan kerja, terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuan mereka. Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah factor terpenting effektifitas manejer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasi perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personalis dalam organisasi. 

Eksistensi Keberadaan Gazebo di kampus UINSA

Gazebo, sebuah lokasi yang tak asing lagi bagi warga kampus. Nama yang berasal dari kata “gaze” (inggris) dengan arti memandang dan kata “ebo” (latin) yang berarti keluar sehingga maknanya menjadi tempat untuk memandang keluar. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa gazebo diperuntutkan sebagai tempat untuk bersantai sambil memandang sekeliling ruangan. Gazebo identik dengan bangunan sederhana yang nyaman untuk dimanfaatkan sebagai tempat bersantai, berkumpul bahkan untuk tempat berdiskusi bagi mahasiswa UINSA.
Tak sedikit yang memanfaatkan fasilitas kampus ini, mengingat tersedianya koneksi wifi di gazebo juga mendukung peminat mahasiswa untuk menggunakan gazebo sebagai tempat mencari bahan dan mengerjakan tugas. Hampir disemua gazebo yang tersedia disetiap fakultas selalu ramai dipenuhi oleh warga kampus untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar ngobrol sambil menikmati koneksi wifi yang ada.
Jika dilihat dari segi pemanfaatannya, kehadiran gazebo sangat membantu dalam proses perkuliahan mahasiswa, namun sungguh disayangkan. Dari semua gazebo yang ada, satu diantaranya terlihat tak berfungsi sepenuhnya. Gazebo yang ada difakultas dakwah sedikit berbeda dengan gazebo yang lainnya, meski tetap ramai dipenuhi oleh mahasiswa yang menggunakannya sebagai area diskusi, namun disini tidak dilengkapi dengan koneksi wifi. Sehingga membuat warga fakultas dakwah harus mencari koneksi digazebo fakultas lain.
Dari manfaat yang sangat mendukung bagi mahasiswa, keberadaan gazebo ini sangat penting. Maka dari itu perlu adanya partisipasi mahasiswa dan para pengguna gazebo dalam menjaga kebersihan guna menciptakan suasana dan lingkungan yang bersih diarea gazebo. Jika dikaitkan dengan soal kebersihan, sangat disayangkan sekali keadaan di gazebo dakwah yang terlihat tak terurus. Setiap kali melewati gazebo dakwah dipagi hari, selalu terlihat bekas kopi tumpah yang mengotori meja. Kurangnya kepedulian penggunan gazebo yang tak bertanggung jawab mengakibatkan gazebo dakwah ini kurang berfungsi sepeuhnya sebagai tempat diskusi yang nyaman. Sering kali ditemukan sampah-sampah diatas meja yang sengaja ditinggalkan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Jika saja pemanfaatan dilakukan secara benar atas keberadaan gazebo ini, maka suasana kampus akan terasa asri dana nyaman. Adanya gazebo ini tak lain adalah menyediakan tempat bagi mahasiswa untuk berteduh, mengerjakan tugas dan saling bertukar pikiran yang nyaman.

“GAZEBO” dengan Free Public Spherenya

Masih terkait mengenai keberadaan Gazebo kampus. Pengetahuan yang sangat umum sekali jika gazebo adalah tempat berkumpulnya bagi warga kampus. Namun berbeda tujuan mereka perindividu yang memilih gazebo sebagai tempat peristirahatan sementara. Entah itu hanya sekedar mengisi waktu luang menunggu jam kuliah, atau bahkan telah direncanakan sebelumnya. Bertemu dengan teman dan membicarakan sesuatu yang lagi booming-boomingnya dikampus, atau juga mendiskusikan sesuatu yang biasa disebut perubahan. Yaa … itulah berbagai alasan mereka memilih gazebo, bahkan masih banyak alasan lain. Namun apapun yang mereka bincangkan dalam gazebo tersebut, tak semua yang berada digazebo juga turut berperan dalam obrolan itu. Tidak hanya terdiri dari satu kelompok saja.
Berbicara tentang ruang publik, gazebo juga merupakan salah satu lokasi dimana adanya free public sphere. Sebuah teori yang dicetuskan oleh Jurgen Habermas, yang menjelaskan tentang kebebasan publik dalam beragumen mengenai hal apa saja. Kita tidak dapat membatasi ruang publik yang ada dikampus. Dimana ada sekumpulan mahasiswa yang duduk bersama dan berdiskusi tentang tema-tema yang relevan, maka disitu hadirlah ruang publik, yang mana mayoritas pemandangan tersebut bisa ditemui di gazebo-gazebo yang tersedia dikampus. Selain itu ruang publik tidak terikat dengan kepentingan-kepentingan pasar maupun politik. Ruang publik  sebagai ruang yang mandiri dan terpisah dari negara dan pasar. Ruang publik memastikan bahwa warga kampus memiliki akses untuk jadi pengusung opini publik.
Dilihat dari sifatnya publik sphere tidak memberi batasan siapa saja yang dapat bergabung dalam obrolan bebas ini, karenanya bersifat terbuka, transparan, dan tidak ada intervensi otoriter didalamnya. Bisa juga disebut sebagai institusi legal yang tak dibatasi oleh otoriter.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com