Senin, 07 September 2015

MELAWAN PENJAJAHAN INTELEKTUAL

Nilai rupiah yang semakin merosot, keadaan pendidikan yang terabaikan, moral yang tak lagi diutamakan, hingga permasalahan politik yang semakin rumit, dan masih banyak lagi yang lebih parah dari ini. Keadaan bangsa yang semakin memprihatinkan ini perlulah kita tenggok dan resapi sejenak untuk membangunkan kesadaran kita yang telah lama memilih nyenyak tertidur di tengah dentuman perang dunia yang tak lagi menggunakan senjata namun lebih berbahaya. Persaingan antar negara masa kini bukan lagi menganai perluasan wilayah kekuasaan secara geografis, melainkan persaingan dalam berbagai bentuk yang terkemas apik dan  menggunakan akal untuk dapat mengusai dunia. Negara-negara tetangga sudah jauh lebih awal memulai untuk merintis strategi dalam menghadapi perubahan dunia yang semakin lama semakin kejam ini, dengan berbagai kecanggihan teknologi yang lebih dituhankan, membuat negara-negara maju tersebut dapat dengan mudah menjajah negara berkembang. Lalu, bagaimana dengan Indonesia ?
Saat ini bukan lagi masalah kepemimpinan yang diincar oleh negara lain yang hendak menguasai dunia, bukan juga permasalahan senjata, militer ataupun batas wilayah. Penjajahan intelektual sesungguhnya jauh lebih menakutkan bagi Indonesia untuk menghadapi bangsa lain. Tidak lagi otot yang digunakan, tetapi otak yang berwawasan luas dan intelektual yang diperlukan bangsa ini untuk mampu mengikuti perkembangan zaman dengan berbagai gencatan persaingan.
Untuk melakukan sebuah perubahan besar, tidak lepas dari perubahan kecil yang lebih dulu diperlukan bangsa ini. Berawal dari satu peran yang sangat penting dilapisan masyarakat yang dipercaya dapat memberikan inovasi baru dengan kekreatifannya yang selalu ditunggu-tunggu. Siapa lagi kalau bukan mahasiswa, yang selama ini disebut-sebut sebagai agent of change, agent of control dan iron stock. Peran penting yang disandang mahasiswa ini bukanlah hanya sekedar sandangan belaka, melainkan ada sebuah harapan dan tuntutan di balik sebutan itu.
Sebelum jauh merabah ke perubahan besar bagi bangsa Indonesia, mahasiswa seharusnya terlebih dahulu menyadarkan diri akan identitas yang diembannya. Menyesuaikan kemampuan diri dengan tuntutan yang dihadapinya, menjadi ilmuan yang cemerlang, kritis terhadap berbagai permasalahan yang muncul, konstruktif terhadap setiap kebijakan yang diambil, dan bermoral serta bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Itulah yang seharusnya dilakukan, namun pada realitanya untuk masalah akademisi saja mahasiswa lebih memilih tidur nyenyak dalam ketidakjujuran akademis. Lantas, bagaimana dengan kepekaan sosial yang seharusnya dilakukan  mahasiswa ?
Kemerdekaan yang dimaksudkan para pahlawan sesungguhnya bukanlah hanya kemerdekaan pada keadaan bebas dari penjajahan Negara-negara komunis ataupun sekedar mengumandangkan proklamasi semata, melainkan juga merdeka dari belenggu keterpurukan untuk berwawasan luas dan intelektual.  Maksud dan tujuan yang begitu mulia dari berbagai perjuangan bangsa terdahulu ini perlulah kita ketahui untuk menyadarkan diri dari segala tipuan sesaat yang menidurkan kita dari serentetan realita yang harus dibenahi.
Keadaan yang memanjakan dan terus meninabobokkan kita dari segala bentuk kesadaran tak henti-hentinya menyita kemampuan kita yang sebenarnya bisa kita miliki. Lalu apa yang perlu dilakukan oleh mahasiswa sekarang ? atau mereka tetap memilih tertidur nyenyak tak menghiraukan persaingan dunia yang semakin canggih. Ah … jangankan berbicara persaingan dunia, untuk sadar akan identitas diri dan bersikap mandiri saja mereka lebih membiarkan kemampuan yang tak sesuai dengan tuntutan tetap berlangsung.

Semua itu tidak akan terjadi bila mahasiswa sejak awal sadar terhadap apa yang akan dihadapinya dalam mengemban nama sebagai MAHASISWA. Mengenal dinamika kampus yang akan dihuninya dalam menimba ilmu. Siap menjadi generasi berintegritas bagi bangsa dengan berwawasan luas, sikap peka sosial dan kritis terhadap  berbagai permasalahan yang muncul. Bertanggungjawab  terhadap kebijakan yang diambil dan bermoral serta bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.(Choirotul Umayah)

Komunikasi dan komodifikasi budaya dan media


Kehadiran media sudah bukan lagi hal yang baru dalam kehidupan manusia. Dengan berbagai manfaat yang diberikan oleh media membuat manusia menyambut kehadiran media dengan tangan terbuka. Bahkan manusia itu sendiri terus menciptakan media-media lainnya yang lebih canggih. Media kini telah berada pada kedudukan yang lebih tinggi ketimbang politik, bahkan politik sangat memerlukan media. Sebagai sarana utama dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia, media seringkali dianggap sebagai hal yang paling penting. Contoh sederhana saja dikehidupan nyata yang seringkali terjadi, bahwa seseorang merasa tak hidup apabila handphone (salah satu bentuk media) miliknya tertinggal di rumah saat sedang bepergian. Ia merasa hidup sebatang kara apabila tak membawa handphone miliknya kemanapun ia pergi. Padahal disitulah kesempatannya untuk mengenal orang lain dengan cara berinteraksi langsung tanpa menggunakan media, namun yang terjadi malah sebaliknya. Sebegitu pentingnya kehadiran media bagi manusia, hingga menjadikan media pegangan utama dimanapun manusia berada.
Selain itu kehadiran media juga memberikan banyak perubahan, bukan hanya pada manusia, melainkan juga pada berbagai aspek kehidupan. Mulai dari sosial, politik, keagamaan, pemerintahan, pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan fungsi-fungsi yang diberikan oleh media membuat penyaluran informasi penting bisa terakses lebih cepat. Media seringkali disebut sebagai alat penghubung, yang mana dengan media dapat menghubungkan seseorang dengan orang lain yang terpisah jarak berkilo-kilometer jauhnya, bahkan hingga ke luar negri sekalipun. Dengan manfaat yang begitu besar dan beragam menjadikan media sebagai alat untuk mengenal dunia secara luas. Dengan media kita dapat mengetahui berbagai macam hal yang tengah terjadi diberbagai penjuru dunia dalam waktu sekejap saja, memperoleh berbagai pelajaran, dan juga ide-ide kreatif lainnya.
Tak dapat dipungkiri segala sesuatu yang memiliki kelebihan juga pasti memiliki kekurangan, kehadiran media juga kerapkali menghadirkan kecemasan bagi msyarakat, lebih-lebih dari pengaruh yang ditimbulkan oleh media. Dengan penawaran canggih yang memudahkan membuat manusia meninggalkan gaya hidup yang lama menuju pada kehidupan yang dianggap lebih modern, begitulah mereka menyebutnya. Tak terlepas juga bagi komunikasi yang telah mengalami perubahan oleh media, orang-orang dulu melakukan komunikasi dengan bertatap muka (bertemu langsung tanpa ada perantara), namun dengan media membuat manusia bisa melakukan komunikasi tanpa bertemu langsung. Dengan begitu efek yang diberikan media yaitu perubahan komunikasi secara fundamental.
Nama-nama selebritis terkenal kerapkali menghiasi layar kaca televisi yang juga merupakan salah satu bagian dari media, menggeser keberadaan budaya lokal. Hingga melahirkan budaya baru yang melibatkan media, tak sedikit film-film yang ditayangkan mengikutsertakan media dalam sebuah peran dalam ceritanya. Seperti film “Her” yang mengisahkan seorang laki-laki yang memiliki hubungan intim dengan teknologi OS (Operating System), yang mana perempuan yang dicintainya hanyalah sistem operating yang dibuat oleh manusia, bukanlah manusia asli pada realitanya. Dalam cerita tersebut kisah seperti itu tidak hanya terjadi pada satu orang saja, namun hampir semua warga juga merasakan hal sama. Budaya yang baru ini menimbulkan kecemasan tersendiri bagi masyarakat yang mengakibatkan kehidupan manusia pada akhirnya sudah tak membutuhkan komunikasi langsung lagi sesama manusia.
Dari berbagai pengaruh yang terjadi akibat adanya media membuat para pengkaji media dan budaya kritis telah menggunakan beberapa pendekatan untuk memahai arti penting kehadiran media dalam kehidupan sehari-hari.

Media sebagai pembentuk
Sesuai dengan salah satu fungsi media, yaitu persuasive yang mana menjadikan media sebagai alat untuk memengaruhi pemikiran masyarakat terhadap sesuatu yang diberitakannya. Dalam pendekatan ini lebih memfokuskan cara bagaimana memengaruhi masyarakat untuk mengikuti apa yang diberitakan oleh media. Dengan kata lain media terus berusaha menyetting gaya hidup masyarakat agar sesuai dengan yang diinginkan oleh media.

Media sebagai cermin
Selain untuk memersuasif, media juga seringkali memberitakan sesuai dengan apa yang terjadi dimasyarakat. Kali ini media yang mengikuti perubahan di masyarakat, yang mana segala sesuatu yang terjadi di masyarakat akan ditampilkan oleh media. Dapat dikatakan peran media disini yaitu untuk merefleksikan dunia secara netral.

Media sebagai pengemas atau representasi
Nah disinilah media mulai membatasi atau menyeleksi berita apa saja yang layak diberitakan. Tak semua yang terjadi dimasyarakat akan dijadikan berita yang layak tayang, sejatinya yang diberitakan media bukanlah merefleksikan dunia secara netral, akan tetapi harus melawati tahap penyeleksian data. Namun terkadang dari sini juga kesalahpahaman itu terjadi. Apabila berita yang ditayangkan tak seutuhnya diberitakan karena telah mengalami filterasi membuat berita tersebut sudah bukan lagi sesuai dengan realita, terkadang lebih parahnya dapat menimbulkan kesalahan, membuat yang salah menjadi benar begitu juga sebaliknya.

Media sebagai guru
Kembali lagi pada fungsi media secara umum, salah satunya yaitu fungsi edukasi, yang mana dengan adanya media ini diharapkan dapat menjadi sarana pendidikan yang lebih efektif dan lebih luas. Media dipandang sebagai sarana utama bagi kebanyakan dari kita untuk mengalami dan belajar tentang berbagai aspek dunia di sekitar kita. Berdasarkan pandangan ini, selain kita mendapatkan pelajaran dari bangku sekolah atau perkuliahan, kita juga dapat mengambil berbagai pelajaran dari tayangan yang disediakan oleh media. Namun lagi-lagi kecemasan kembali hadir akibat adanya media ini, meski manfaat yang diberikan sudah terbilang banyak. Dengan menjadikan media sebagai salah satu sarana pembelajaran bisa jadi membuat jutaan anak-anak menganggap media sebagai “guru kedua” atau “orangtua kedua”, yang mana membuat mereka lebih mengikuti media ketimbang nasehat orangtua atau guru yang tak sesuai dengan apa yang mereka lihat dari media dengan aturan benar yang sesungguhnya.

Media sebagai ritual
Dalam kehidupan sehari-hari kehadiran media bukanlah hanya pada jam-jam tertentu, namun pada seluruh waktu yang ada. Selama waktu masih berputar disitulah juga hadirnya media. Seperti halnya ritual-ritual keagamaan. Pendekatan ini memandang media dalam memberitakan atau menayangkan berita telah menjadi semacam ritualisme. Contoh kecilnya pada media televisi, yang mana tayangan yang tawarkan ditampilkan dalam berbagai macam program selama 24 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menarik minat khalayak untuk tetap terjaga dan menanti-nanti tayangan pada layar kaca mereka masing-masing. Tak jauh berbeda seperti saat mereka menanti jadwal ritual keagamaan yang mereka jalani secara rutin pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh agamanya. Ritualisme media dianggap telah menjadi ritualisme agama baru yang menjangkiti masyarakat, yang sebagian besar waktu luangnya dihabiskan untuk mengkonsumsi media dan berbagai produk budaya popular. Maka sudah tak heran lagi jika mendengar banyak orangtua yang mengeluh karena anak-anak mereka lebih sering menghabiskan waktu untuk menonton televisi ketimbang mengaji.

Media sebagai “Tuhan”
Pendangan ini terbilang lebih ekstrim daripada yang sebelumnya, selain melihat media sebagai ritual baru, media juga dianggap sebagai Tuhan atau agama baru bagi masyarakat yang terlalu mempercayakan diri pada perkembangan media. Lebih dari seorang guru yang hanya sebatas sarana untuk pembelajaran, media diyakini sebagai anutan atau pedoman hidup msyarakat. Yang mana menjadikan apa-apa yang diberitakan melalui media sebagai aturan hidup yang perlu ditiru atau diterapkan dalam kehidupan nyata. Mereka menganggap media sebagai jelmaan dari “Tuhan kedua” atau “Tuhan pertama” yang memerintahkan jalan kebaikan dan menawarkan pemecahan untuk melawan keburukan berdasarkan versinya sendiri.
Dengan begitu khalayak dianggap sebagai penganut atau pengikut setia dari rittualisme tayangan media. Tuhan-tuhan yang dimaksudkan media ini tak lain dan tak bukan adalah selebriti-selebriti bentukan media, yang mana segala pemberitaan tentang mereka membuat khalayak ingin meniru gaya hidup mereka yang diyakini dapat meraih harapan kebahagiaan yang telah dijanjikan. Selain itu media juga mampu menjual harapan dan impian.
Media sering kali disandingkan dengan budaya konsumtif, yang mana budaya ini terlahir oleh adanya media. Dengan melihat tayangan yang telah dikemas sedemikian rupa membuat khalayak tertarik untuk meniru dengan tujuan ingin seperti selebriti-selebriti ciptaan media, yang kemudia menumbuhkan budaya konsumtif yang hingga kini melekat pada kehidupan sehari-hari. Media juga tak lepas dari kegiatan memanipulasi berita dengan cara mendistorsi fakta bias dan stereotip dalam pemberitaannya.
Perkembangan media yang semakin canggih membuat media makin menjadi industri atau institusi bisnis yang besar meski tanpa meninggalkan bentuknya sebagai institusi masyarakat. Komodifikasi adalah titik masuk awal untuk menteorisasikan ekonomi politik komunikasi. Vincent Mosco (2009) mendefinisikan komodifikasi sebagai proses mengubah barang dan jasa termasuk komunikasi yang dinilai karena kegunaannya menjadi komoditas yang dinilai karena apa yang akan mereka berikan di pasar.

Komodifikasi adalah proses transformasi barang dan jasa yang semula dinilai karena nilai gunanya (misalnya, nilai guna minuman untuk menghilangkan dahaga) menjadi komoditas yang bernilai karena ia bisa mendatangkan keuntungan dipasar setelah dikemas menjadi minuman dalam botol. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa perkembangan teknologi membawa masyarakat pada kehidupan yang memprioritaskan keuntungan, yang mana menjadikan segala sesuatu yang bernilai guna menjadi produk yang bersifat komersial. Dengan begitu membuat para produsen berlomba-lomba mengemas produk mereka dengan kemasan semenarik mungkin atau dengan menggunakan iklan yang bagus yang disertai dengan model-model ideal ciptaan media agar membuat masyarakat lebih tertarik mengkonsumsi produk ciptaannya dengan harapan dapat menyamakan diri sesuai dengan model yang ditampilkan.

Air Mata yang menangis

Ku sebut ini minggu kelam
Kenapa ?
Karena disaat inilah aku menghadapi kenyataan pahit dan memaksaku untuk memilih keputusan yang sama sekali tak terpikirkan sebelumnya

Kisah-kisah indah yang menari riang dalam benak, harus rela ku hapuskan secara paksa
Bukan pula ini suatu keinginan
Ttapi lebih tepatnya ini takdir

Ku temukan persahabatan yang kerap pada tahun sebelumnya
Namun tak seperti ekspektasiku, pemahaman yang aku pelihara agaknya sedikit berbeda dengan realita
Yang ku beri perhatian ternyata tak juga membalas pengertian
Kecewa hingga tangis tak dapat lagi terbujuk diam
Kepercayaan ini seperti kehilangan rasa
Meski hanya untuk sekedar bercanda

Ku rasa aku mengerti sebabnya … mungkin ini bertambah satu level lebih tinggi
Sayangnya ada pihak ketiga yang datang hendak menghibur, namun lagi dia yang trdahulu salah mengartikan
Hingga sikap dan tindakannya membuat hati kembali susah …

Singkat rasa … aku dilema harus bersikap bagaimana
Berusaha tegar tapi masih saja hati merana

Ah … inilah air
Iya … hanyalah air
Air mata yang tersimpan dalam kata
Atau hanyalah kata di balik air mata


04095102

Kau masih jauh di sana

Ternyata lebih mudah bagiMu membalikkan realita dari sekedar yang kuyakini
Sisi lain yang tersembunyi menampakkan rahasia pada dirinya yang berusaha aku percaya
Sebuah kasih tak sampai masih saja dipertahankan
Membiarkan segala kata tak berkepentingan itu lalu lalang
Membuat lidah berkeyakinan iya dan tidak berubah sedemikian cepat
Hanya tanpa bukti oleh pernyataan burung

Semesta selalu kupercaya mendengarkan rintih hati
Segenap rasa … mengembalikanku pada ingatan akan ombak lepas yang sempat menelan rasa itu
Tapi apa daya … bersama pasir dan kenangan yang terbawa pulang, rasa itu pun turut serta kembali memenuhi ruang hampa hati pada kasih jiwa yang sama

Ada yang terasa ada, ataupun tak ada
Tetap saja … kau masih jauh di sana


29085102

Minggu, 06 September 2015

Kalbu yang Gersang


Sepasang mata indah itu selalu memandang tajam diri yang tak berkutik ini.
Dia hebat … selalu bisa menyembunyikan rasa hingga tak terbaca angin
Bukan aku … yang sibuk mencari alasan dan berlari dari kenyataan hati yang tak berkuasa merengkuh kalbu

Tuhan … lagi-lagi kau hadirkan ia dalam mimpi indahku dengan roman kisah yang manis
Namun … apakah juga ia bermimpikan yang sama ?
Atau hanya sekedar lewat saja dan berlalu tanpa rasa
Tuhan … Engkau yang menghadirkan semua ini
Akankah juga kau hadirkan pada hatinya ?
Atau Engkau mengujiku untuk bertahan dalam menunggu
Atau juga untuk hanya sekadar penguat hati semata

Hai kalbu yang gersang …
Bolehkah aku berlalu menghampirimu
Mungkin setetes saja … bahkan untuk seluruhnya pun aku tak akan merugi
Asal pada akhirnya akan ku temukan dikau kembali tersenyum dengan kasih yang kun anti …


26085102
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com