Masih
dikamar yang sederhana, Surabaya
Kembali
dingin yang selalu kurindukan kali ini menyentuh
kesendirianku. Kilauan gelapnya malam menyapaku dalam kesunyian tentram. Masih
terlihat jelas kerlap-kerlip lampu kota menghiasi dataran rendah disana.
Sungguh kecil dan indah. Cemara menjulang tinggi mengelilingiku dipinggiran
jalan ini. Jalan yang ramai disiang hari oleh para pencari kayu dan getah karet
yang lalu lalang tetap istiqomah mengais rejeki ditempat ini, namun berbeda
saat metahari tak menunjukkan lagi batang hidungnya. Jalanan ini begitu sepi
dan gelap, hanya ada satu lampu yang menerangi pinggiran jalan ini. Apalagi
bila kutatap jauh kearah yang lebih tinggi diatasku, tak sedikitpun dapat
kulihat.
Kenyamanan
kudapati saat kurebahkan badanku ditengah jalan beraspal ini, jangan kira aku
berada dijalan raya yang penuh keramaian. Tidak, namun ini sebaliknya, jalanan
beraspal ini berada ditenggah bukit diantara salah satu pegunungan pulau jawa.
Kudapati juga kilauan sinar bertaburan diangkasa. Sambil angin dingin terus
menerpaku hingga menusuk tulangku yang sekiranya telah membeku bersama kulit.
Tempat
yang selalu ingin kukunjungi, ingin selalu kunikmati kesejukan udara sehat ini,
tapi kuasaku hanya memberiku kesempatan sesekali berkunjung ketempat nyaman
ini. Ya … sangat bersyukur sekali aku sudah bisa mengenal dan menginjakkan
langkahku dibumi rindang ini.
Bukanlah
tempat dimana aku sedang berada saat ini, namun tempat ini yang selalu
memberiku inspirasi, tempat yang selalu mendukungku untuk terus menuangkan
kreasi apapun dalam pikiranku untuk kulukis diatas keyboard laptop sederhana
milikku. Entah itu ternilai ataupun tidak, namun inilah yang aku punya.
Masih
tetap didalam ruangan sederhana dengan almari kecil yang berdiri dipojokan itu,
dan gantungan baju yang selalu menghiasi dinding kamar pribadiku. Kipas angin
yang tergantung tepat diatasku ini, juga terus menyala tanpa hentinya karna
cuaca yang memaksanya begitu. Tumpukan buku yang terkadang rapi, terkadang juga
lebih parah dari kapal pecah. Begitu juga dengan dinding yang tak lagi terlihat
putih, semua masih tetap sama, merekalah yang menemani malam-malamku tiap hari.
Membosankan
.. sungguh, ya beginilah, disini juga lah aku memulai aktivitasku. Namun tak
akan terhenti sampai disini. Untuk memancing imajinasiku, kerap kali aku menempatan
diriku pada suasana yang begitu nyaman. Membayangkan diriku seolah berada
ditempat yang begitu indah dan memberiku banyak inspirasi. Lagi-lagi tempat
yang menyatu dengan alam. Bayangan akan jalanan sepi diperbukitan kini berada
disekelilingku. Itulah yang selalu aku lakukan dikala aku bosan dengan keadaan
kamar.
Malam
selalu jadi waktu pilihanku untuk mengutarakan segala penat rasa yang
menyelubungi hari-hariku. Berteman musik sembari jemariku berdansa ria diatas
keyboard laptop. Entah kenapa waktu ini lebih membuka segala inspirasiku,
ketimbang dipagi ataupun siang hari yang penuh dengan aktivitas yang
melelahkan. Tak lain bedanya dengan catatan-catatan sebelumnya, keluh kesah,
harapan serta impian jadi bahan dalam kalimat pada setiap paragraph narasiku.
Ini
bukan lagi awalnya, melainkan ini adalah kesekian kalinya aku mencoba. Terus
mencoba dan mencari hal-hal baru dalam setiap huruf dalam sastraku. Sudah lama
kebiasaan menulisku ini melekat pada diriku. Sejak kecil aku sudah membiasakan
diri untuk menulis catatan harian pada buku agenda yang hingga kini terkumpul
banyak, layaknya buku-buku bersejarah bagiku. Dari buku itu aku bisa mengingat
lagi kejadian-kejadian lucu ataupun menyedihkan yang pernah aku alami.
Sangking
asyiknya aku setiap kali menulis, membuatku cukup penasaran dengan dunia tulis
menulis. Awal ku menginjak usia belasan, dimana aku duduk dibangku SMP, aku
mulai mengenal sesuatu yang disebut NOVEL. Apa itu novel aku belum tau, kenapa
banyak sekali orang yang menyukai barang ini. Apa yang membuat barang ini
menarik banyak perhatian.
Saat
aku bertanya pada salah satu teman tetangga yang sekaligus menjadi kakak
kelasku disekolah mengenai apa itu novel, jawabannya semakin membuatku
penasaran. “Dia adalah sesuatu yang akan membuatmu berimajinasi penuh sesuai
alur cerita yang diungkapkan pada kisah didalamnya, seolah-olah kamu turut
terlibat dalam kisah tersebut. Begitulah definisi bagiku” itulah jawaban yang
membuatku semakin penasaran.
Rasa
penasaran terus membuntutiku, seberapa hebatnya novel hingga membuat orang yang
membacanya terhipnotis dan terhanyut dalam cerita yang dibawakannya. Namun aku
belum juga mempunyai kesempatan untuk membacanya.
Saat
aku menduduki bangku putih abu-abu, tak sedikit teman-temanku yang gemar
membaca novel. Nah, mungkin ini kesempatanku untuk mengenal novel. Disana-sini
aku bertanya kepada teman-teman tentang apa itu novel. Namun berbeda dengan
jawaban yang pernah aku dapatkan, mereka tak memberikan sepatah katapun,
melainkan salah satu diantara mereka langsung menyodorkanku sebuah novel yang
bisa dibilang sangat popular sekali.
“Bidadari-bidadari
surga” novel karangan Tere Liye yang sangat popular itu kini ada ditanganku.
Ukurannya juga lumayan tebal. Inilah novel pertama yang kubaca. Dan kutemukan
kenyatan dari jawaban yang dulu pernah kudengar, sungguh menakjubkan, aku pun
mengiyakan banyak pernyataan yang ada, novel dapat membuatku berimajinasi dan
terhanyut dalam alur kisah yang diceritakannya.
Semenjak
itu aku memiliki hobby baru, berburu novel bersama teman-teman yang juga sama
menggemari novel. Dari sekian banyak novel yang kubaca, keinginanku untuk
menulis hal yang serupa mulai tumbuh. Sedikit demi sedikit aku mulai membuat
prolog sebuah kisah. Tak begitu istimewa, aku hanya menuliskan kisah hidupku
sendiri, kisah dimana awal aku mengenal hal-hal baru dalam hidup. Kucurahkan
segala sesuatunya diatas lembaran kertas, hingga semua sudah terkumpul cukup
banyak. Beberapa teman mengetahuinya, mereka pun memberikan dukungan dan semangat
kepadaku untuk terus melanjutkan tulisanku ini. Tapi terkadang rasa jenuh aku
rasakan dan beberapa hari berhenti dari kegiatan menulis. Namun aku tak
berhenti hanya sampai disitu, disaat inspirasi itu tak mau muncul, aku mencoba
memancingnya dengan membaca novel. Cukup membantu, setelah aku membeca beberapa
lembar saja membuatku kembali menemukan insipirasi yang perlu aku tulis dalam
karyaku. Begitu pun seterusnya.
Setelah
susah payah kurang lebih dari setahun, aku berhasil menyelesaikan karya
pertamaku, meskipun tak banyak dan tak sehebat karya penulis-penulis populer,
itu sudah membuatku semakin percaya diri untuk terus melanjutkan perjuanganku
menjadi penulis handal. Tapi kesempatan belum berpihak kepadaku, karyaku hanya
sampai pada tahap penyelesaian saja, aku belum berusaha untuk menerbitkannya,
yaa kurasa masih belum pantas dan aku harus belajar lebih banyak lagi dalam hal
tulis menulis.
Bukan
hanya menjadi penulis novel, aku juga mulai tertarik dengan dunia jurnalis,
seni tulis menulis berita yang nantinya akan dikonsumsi oleh khalayak luas. Aku
memandang cukup hebat profesi itu, dan aku ingin sekali berada pada posisi itu.
Ini juga menjadi salah satu alasanku menekuni jurusan ilmu komunikasi, yang
mana disini aku juga diperkenalkan pada dunia jurnalis yang sesungguhnya, dunia
media massa, dunia politik dan masih banyak lagi dunia-dunia nyata dalam
kehidupan.
Keinginanku
untuk menjadi seorang penulis semakin besar. Aku ingin melukiskan semua yang aku alami dalam goresan tinta berharga
yang tak akan mati termakan zaman. Seuatu yang akan tetap hidup meski diriku
telah tiada nanti. Sesuatu yang meninggalkan jejak bagi penerus generasi
selanjutnya. Aku ingin tetap dikenang melalui tulisan. Tak lain seperti
penulis-penulis hebat yang masih tetap hidup karyanya, meski raga dan jiwanya
telah terpisahkan oleh takdir.
Namun,
semua itu tak mudah untuk dilalui. Aku hanya masih menginjak tahap awal, aku
masih perlu menemukan banyak hambatan-hambatan yang lalu lalang terus
menghalangi perjuanganku. Aku hanya seperti matahari dikala langit masih
berselimut fajar. Yang belum penuh menampakkan dirinya, hanya bisa mengintip
dari kerendahan tempat. Aku harus mengalahkan kemalasan dan kejenuhan yang
kerap kali aku temukan ditengah perjalananku dalam menyelesaikan sebuah
tulisan. Masih banyak rintangan yang akan kulalui. Aku membutuhkan visi misi
yang kuat untuk dapat mencapai apa yang menjadi keinginanku.
Jika
aku menjadi penulis handal, bukan hanya novel ataupun sekedar kisah yang ingin
aku tulis. Melainkan tulisan yang mampu menyampaikan apa yang aku rasakan,
tulisan yang mampu menyampaikan pesan-pesan positif, tulisan yang mampu membantu
sesama, memberikan inspirasi bagi orang lain. Layaknya tulisan karya Tere Liye
yang lama kukagumi ini dapat memberiku banyak inspirasi dan menyadarkanku akan
indahnya hidup, membawaku pada kenyataan yang sebenarnya. Semoga aku bisa
menjadi penerusnya, yang bisa menghasilkan karya yang juga mampu menyadarkan
orang lain bahwa hidup ini indah, meski banyak sekali rintangan dan tantangan
namun semua ini akan kembali pada keindahan yang sudah dijanjikan. Aku ingin kelak aku dapat bergelut ria dengan deadline-deadline yang membuatku terbiasa dengan inspirasi dan imajinasi. Semoga Allah
selalu memberikan petunjuk dalam segala hal yang tengah kuhadapi, karna aku
yakin semua akan indah pada waktunya. J
2 komentar:
ya, pada dasarnya tulisan yang baik adalah yang mampu menyampaikan sebuah pesan dengan sempurna
lalu mengenai gaya tulisan, bagaimana menurut anda ???
Posting Komentar