Sabtu, 29 November 2014

Jika Aku Menjadi Penulis Handal

Masih dikamar yang sederhana, Surabaya

Kembali dingin yang selalu kurindukan kali ini  menyentuh kesendirianku. Kilauan gelapnya malam menyapaku dalam kesunyian tentram. Masih terlihat jelas kerlap-kerlip lampu kota menghiasi dataran rendah disana. Sungguh kecil dan indah. Cemara menjulang tinggi mengelilingiku dipinggiran jalan ini. Jalan yang ramai disiang hari oleh para pencari kayu dan getah karet yang lalu lalang tetap istiqomah mengais rejeki ditempat ini, namun berbeda saat metahari tak menunjukkan lagi batang hidungnya. Jalanan ini begitu sepi dan gelap, hanya ada satu lampu yang menerangi pinggiran jalan ini. Apalagi bila kutatap jauh kearah yang lebih tinggi diatasku, tak sedikitpun dapat kulihat.
Kenyamanan kudapati saat kurebahkan badanku ditengah jalan beraspal ini, jangan kira aku berada dijalan raya yang penuh keramaian. Tidak, namun ini sebaliknya, jalanan beraspal ini berada ditenggah bukit diantara salah satu pegunungan pulau jawa. Kudapati juga kilauan sinar bertaburan diangkasa. Sambil angin dingin terus menerpaku hingga menusuk tulangku yang sekiranya telah membeku bersama kulit.
Tempat yang selalu ingin kukunjungi, ingin selalu kunikmati kesejukan udara sehat ini, tapi kuasaku hanya memberiku kesempatan sesekali berkunjung ketempat nyaman ini. Ya … sangat bersyukur sekali aku sudah bisa mengenal dan menginjakkan langkahku dibumi rindang ini.
Bukanlah tempat dimana aku sedang berada saat ini, namun tempat ini yang selalu memberiku inspirasi, tempat yang selalu mendukungku untuk terus menuangkan kreasi apapun dalam pikiranku untuk kulukis diatas keyboard laptop sederhana milikku. Entah itu ternilai ataupun tidak, namun inilah yang aku punya.
Masih tetap didalam ruangan sederhana dengan almari kecil yang berdiri dipojokan itu, dan gantungan baju yang selalu menghiasi dinding kamar pribadiku. Kipas angin yang tergantung tepat diatasku ini, juga terus menyala tanpa hentinya karna cuaca yang memaksanya begitu. Tumpukan buku yang terkadang rapi, terkadang juga lebih parah dari kapal pecah. Begitu juga dengan dinding yang tak lagi terlihat putih, semua masih tetap sama, merekalah yang menemani malam-malamku tiap hari.
Membosankan .. sungguh, ya beginilah, disini juga lah aku memulai aktivitasku. Namun tak akan terhenti sampai disini. Untuk memancing imajinasiku, kerap kali aku menempatan diriku pada suasana yang begitu nyaman. Membayangkan diriku seolah berada ditempat yang begitu indah dan memberiku banyak inspirasi. Lagi-lagi tempat yang menyatu dengan alam. Bayangan akan jalanan sepi diperbukitan kini berada disekelilingku. Itulah yang selalu aku lakukan dikala aku bosan dengan keadaan kamar.
Malam selalu jadi waktu pilihanku untuk mengutarakan segala penat rasa yang menyelubungi hari-hariku. Berteman musik sembari jemariku berdansa ria diatas keyboard laptop. Entah kenapa waktu ini lebih membuka segala inspirasiku, ketimbang dipagi ataupun siang hari yang penuh dengan aktivitas yang melelahkan. Tak lain bedanya dengan catatan-catatan sebelumnya, keluh kesah, harapan serta impian jadi bahan dalam kalimat pada setiap paragraph narasiku.
Ini bukan lagi awalnya, melainkan ini adalah kesekian kalinya aku mencoba. Terus mencoba dan mencari hal-hal baru dalam setiap huruf dalam sastraku. Sudah lama kebiasaan menulisku ini melekat pada diriku. Sejak kecil aku sudah membiasakan diri untuk menulis catatan harian pada buku agenda yang hingga kini terkumpul banyak, layaknya buku-buku bersejarah bagiku. Dari buku itu aku bisa mengingat lagi kejadian-kejadian lucu ataupun menyedihkan yang pernah aku alami.
Sangking asyiknya aku setiap kali menulis, membuatku cukup penasaran dengan dunia tulis menulis. Awal ku menginjak usia belasan, dimana aku duduk dibangku SMP, aku mulai mengenal sesuatu yang disebut NOVEL. Apa itu novel aku belum tau, kenapa banyak sekali orang yang menyukai barang ini. Apa yang membuat barang ini menarik banyak perhatian.
Saat aku bertanya pada salah satu teman tetangga yang sekaligus menjadi kakak kelasku disekolah mengenai apa itu novel, jawabannya semakin membuatku penasaran. “Dia adalah sesuatu yang akan membuatmu berimajinasi penuh sesuai alur cerita yang diungkapkan pada kisah didalamnya, seolah-olah kamu turut terlibat dalam kisah tersebut. Begitulah definisi bagiku” itulah jawaban yang membuatku semakin penasaran.
Rasa penasaran terus membuntutiku, seberapa hebatnya novel hingga membuat orang yang membacanya terhipnotis dan terhanyut dalam cerita yang dibawakannya. Namun aku belum juga mempunyai kesempatan untuk membacanya.
Saat aku menduduki bangku putih abu-abu, tak sedikit teman-temanku yang gemar membaca novel. Nah, mungkin ini kesempatanku untuk mengenal novel. Disana-sini aku bertanya kepada teman-teman tentang apa itu novel. Namun berbeda dengan jawaban yang pernah aku dapatkan, mereka tak memberikan sepatah katapun, melainkan salah satu diantara mereka langsung menyodorkanku sebuah novel yang bisa dibilang sangat popular sekali.
“Bidadari-bidadari surga” novel karangan Tere Liye yang sangat popular itu kini ada ditanganku. Ukurannya juga lumayan tebal. Inilah novel pertama yang kubaca. Dan kutemukan kenyatan dari jawaban yang dulu pernah kudengar, sungguh menakjubkan, aku pun mengiyakan banyak pernyataan yang ada, novel dapat membuatku berimajinasi dan terhanyut dalam alur kisah yang diceritakannya.
Semenjak itu aku memiliki hobby baru, berburu novel bersama teman-teman yang juga sama menggemari novel. Dari sekian banyak novel yang kubaca, keinginanku untuk menulis hal yang serupa mulai tumbuh. Sedikit demi sedikit aku mulai membuat prolog sebuah kisah. Tak begitu istimewa, aku hanya menuliskan kisah hidupku sendiri, kisah dimana awal aku mengenal hal-hal baru dalam hidup. Kucurahkan segala sesuatunya diatas lembaran kertas, hingga semua sudah terkumpul cukup banyak. Beberapa teman mengetahuinya, mereka pun memberikan dukungan dan semangat kepadaku untuk terus melanjutkan tulisanku ini. Tapi terkadang rasa jenuh aku rasakan dan beberapa hari berhenti dari kegiatan menulis. Namun aku tak berhenti hanya sampai disitu, disaat inspirasi itu tak mau muncul, aku mencoba memancingnya dengan membaca novel. Cukup membantu, setelah aku membeca beberapa lembar saja membuatku kembali menemukan insipirasi yang perlu aku tulis dalam karyaku. Begitu pun seterusnya.
Setelah susah payah kurang lebih dari setahun, aku berhasil menyelesaikan karya pertamaku, meskipun tak banyak dan tak sehebat karya penulis-penulis populer, itu sudah membuatku semakin percaya diri untuk terus melanjutkan perjuanganku menjadi penulis handal. Tapi kesempatan belum berpihak kepadaku, karyaku hanya sampai pada tahap penyelesaian saja, aku belum berusaha untuk menerbitkannya, yaa kurasa masih belum pantas dan aku harus belajar lebih banyak lagi dalam hal tulis menulis.
Bukan hanya menjadi penulis novel, aku juga mulai tertarik dengan dunia jurnalis, seni tulis menulis berita yang nantinya akan dikonsumsi oleh khalayak luas. Aku memandang cukup hebat profesi itu, dan aku ingin sekali berada pada posisi itu. Ini juga menjadi salah satu alasanku menekuni jurusan ilmu komunikasi, yang mana disini aku juga diperkenalkan pada dunia jurnalis yang sesungguhnya, dunia media massa, dunia politik dan masih banyak lagi dunia-dunia nyata dalam kehidupan.
Keinginanku untuk menjadi seorang penulis semakin besar. Aku ingin melukiskan semua  yang aku alami dalam goresan tinta berharga yang tak akan mati termakan zaman. Seuatu yang akan tetap hidup meski diriku telah tiada nanti. Sesuatu yang meninggalkan jejak bagi penerus generasi selanjutnya. Aku ingin tetap dikenang melalui tulisan. Tak lain seperti penulis-penulis hebat yang masih tetap hidup karyanya, meski raga dan jiwanya telah terpisahkan oleh takdir.
Namun, semua itu tak mudah untuk dilalui. Aku hanya masih menginjak tahap awal, aku masih perlu menemukan banyak hambatan-hambatan yang lalu lalang terus menghalangi perjuanganku. Aku hanya seperti matahari dikala langit masih berselimut fajar. Yang belum penuh menampakkan dirinya, hanya bisa mengintip dari kerendahan tempat. Aku harus mengalahkan kemalasan dan kejenuhan yang kerap kali aku temukan ditengah perjalananku dalam menyelesaikan sebuah tulisan. Masih banyak rintangan yang akan kulalui. Aku membutuhkan visi misi yang kuat untuk dapat mencapai apa yang menjadi keinginanku.

Jika aku menjadi penulis handal, bukan hanya novel ataupun sekedar kisah yang ingin aku tulis. Melainkan tulisan yang mampu menyampaikan apa yang aku rasakan, tulisan yang mampu menyampaikan pesan-pesan positif, tulisan yang mampu membantu sesama, memberikan inspirasi bagi orang lain. Layaknya tulisan karya Tere Liye yang lama kukagumi ini dapat memberiku banyak inspirasi dan menyadarkanku akan indahnya hidup, membawaku pada kenyataan yang sebenarnya. Semoga aku bisa menjadi penerusnya, yang bisa menghasilkan karya yang juga mampu menyadarkan orang lain bahwa hidup ini indah, meski banyak sekali rintangan dan tantangan namun semua ini akan kembali pada keindahan yang sudah dijanjikan. Aku ingin kelak aku dapat bergelut ria dengan deadline-deadline yang membuatku terbiasa dengan inspirasi dan imajinasi. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk dalam segala hal yang tengah kuhadapi, karna aku yakin semua akan indah pada waktunya. J

2 komentar:

Taufiq TheAvenger mengatakan...

ya, pada dasarnya tulisan yang baik adalah yang mampu menyampaikan sebuah pesan dengan sempurna

DUNIA MAYA mengatakan...

lalu mengenai gaya tulisan, bagaimana menurut anda ???

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com