Kamis, 13 November 2014

“Model Komunikasi Jokowi Dengan Menteri-Menterinya Dalam Perspektif Lintas Budaya”

Ir. H. Joko Widodo (Jawa Latin: Jaka Widada) atau yang akrab disapa Jokowi ini lahir pada tanggal 21 Juni 1961 di Surakarta, Jawa Tengah. Beliau adalah Presiden Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014. jokowi adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana. Sejak kecil hidupnya sudah terbiasa dengan berpindah-pindah rumah karna berbagai macam alasan. Melalui Film berjudul “Jokowi” yang dirilis pada tahun 2013 lalu kita dapat mengetahui latar belakang seorang Jokowi mulai dari ia dilahirkan hingga memulai karirnya didunia perpolitikan.
Disini saya akan menganalisis tentang gaya model komunikasi yang diterapkan Jokowi kepada para menteri-menterinya dalam perspektif komunikasi lintas budaya. Sebelum lanjut pada pembahasan selanjutnya, perlu diketahui terlebih dahulu latar belakang seorang Jokowi. Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo dan merupakan anak sulung dan putra satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati. Ayahnya berasal dari Karanganyar, sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali
Pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan menengah ke bawah. Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta.  Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta.
Ia terlahir didaerah Surakarta yang budaya daerah disana terkenal dengan kelembutannya. Perjuangan hidup semasa kecilnya terbilang susah, meskipun ia dari keturunan priyai tapi ia merasa jika hidupnya tak selayaknya seorang priyai. Sejak lahir ia sudah terbiasa dengan gaya hidup berpindah-pindah dari rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya.
Sejak kecil orang tuanya sudah memberi pendidikan yang cukup baik. Dijelaskan dalam film yang menceritakan tentang dirinya, saat kecil ia sudah terlatih untuk selalu bersikap jujur kepada siapa saja.
Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun.
Dengan kemampuan akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta".
Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati. Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya.
Usaha ini membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa. Disini ia memanfaatkan budaya baru yang ditemukannya sebagai peluang untuk dapat diterapkan pada kotanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah Surakarta.
Beberapa cerita singkat perjalanan hidup seorang Jokowi dalam film “Jokowi 2013” ini sedikit banyak telah menjelaskan latar belakang seorang figur Jokowi. Dari pengalaman-pengalaman hidup yang bisa dibilang serba pas-pasan ini beliau mampu menggugah semangatnya untuk tetap berjuang mencari ilmu hingga tak sedikit usahanya yang sudah terbukti. Salah satunya yaitu usaha meneruskan meubel milik pamannya yang dihidupkan kembali olehnya.
Kota kelahirannya memiliki banyak sebutan yang disematkan, antara lain kota batik, kota priyayi, kota langgam dan campur sari serta kota wayang Indonesia. Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat patembayan/masyarakat yang memperhatikan pernak pernik sosial dalam kehidupan sehari-hari. Budaya Jawa yang adi luhung ini akan membentuk karakter orang Solo yang bijaksana, religius, diam, lemah lembut, jujur, serta cinta sesama dan lingkungan. Oleh karena itu lingkungan hidupnya telah mewariskan sifat-sifat peduli sosialnya sejak kecil.
Dalam perspektif Komunikasi Lintas Budaya bahasa merupakan salah satu prinsip komunikasi. Jokowi menggunakan gaya komunikasi konteks rendah – low context communication – komunikasi langsung ke sasaran, tanpa tedeng aling-aling (basa-basi). Dalam setiap ucapannya tidak ada kalimat bersayap, tidak ada penafsiran ganda terhadap kalimatnya. Semuanya bermakna tunggal dan tidak menimbulkan interpretasi subyektif pendengarnya. Semuanya jelas dan gamblang. Gaya ini mengingatkan kita pada style Bung Karno saat pidato. Bahasa yang digunakan sangatlah membumi, sehingga mampu dicerna oleh berbagai kalangan, tidak berbelit-belit dengan menggunakan bahasa yang terlalu tinggi.
Begitu juga dengan busana, dalam ilmu komunikasi busanapun dianggap bisa berbicara. Masyarakat dapat mengartikan maksud dan tujuan seseorang dengan busana yang sedang dipakainya.
Melihat busana apa yang dipakai Jokowi sebagai salah satu alat kempanyenya yaitu “Baju kotak-kotak” juga dapat diketahui maksud dan tujuannya memilih motif tersebut. Baju kotak-kotak yang dibelinya satu jam sebelum berangkat ke komisi Pemilihan Umum Daerah, dikatakan mewakili “warna-warni Jakarta yang harus diakomodasi”. Hal ini juga mampu membuat trend baru yang semakin banyak ditiru oleh banyak orang dan dikenakan oleh calon kepala daerah diberbagai tempat, bahkan identitas fashion itu bisa terus menjadi magnet penarik masa pendukung calon pemimpin daerah itu. Ini adalah salah satu fenomena yang terjadi secara alami, tanpa kalkulasi atau politisasi terencana yang menghabiskan banyak anggaran.
Seringkali juga Jokowi tampil dengan gaya busana yang sederhana, hal ini tercipta oleh budaya yang slama ini telah melekat pada dirinya. Budaya Solo yang kalem dan tak berlebih-lebihan membuatnya tetap nyaman dan enjoy berpakaian sederhana didepan public, meskipun banyak media yang menyorotinya.
Tubuh manusia kurang lebih bias menampilkan 1000 poster. Salam dua jari yang dipakai Jokowi sebagai simbol juga memiliki arti tersendiri, selain sebagai nomor urut dirinya dalam pencalonan presiden, simbol itu juga memiliki arti perdaimaian.
Berbudaya (termasuk berkomunikasi) itu bukanlah hal yang genetik. Tidak bergantung dari keturunan. Melainkan potensi setiap individu itu tergantung dari caranya mengeksplore kelebihannya. Hubungannya dengan kehidupan Jokowi, meskipun keluarganya meruapakan keluarga yang kurang mampu dan berependidikan rendah, itu tak membuatnya sepenuhnya pasrah untuk tetap berada posisi yang sama, ia berusaha keras dengan terus belajar, memperbaiki kemampuan komunikasinya hingga kini mampu melakukan interaksi dengan siapapun.
Kebiasaan keluarganya yang sering pindah-pindah rumah saat ia kecil membuatnya bertekad untuk selalu memperhatikan rakyat kecil yang senasib dengannya dulu. Dari sinilah pengalamannya berperan besar dalam proses komunikasi Jokowi.
Setelah mengetahui banyak tentang latar belakang seorang Jokowi yang kerap kali dibicarakan oleh banyak orang, kini lanjut pada pembahasan selanjutnya mengenai model komunikasi yang diterapkan oleh Jokowi kepada para menteri-menterinya.
Setelah proses pelantikan menteri-menteri baru pada tanggal 27 Oktober 2014 kemarin, siangnya ia lanjut melaksanakan sidang perdana bersama para kabinet kerja yang dibentuknya. Inti dari siding perdana tersebut yaitu Jokowi memberikan 3 arahan pada cabinet kerjanya. 3 arahan diantaranya adalah :
1)      Presiden meminta kementrian yang baru atau yang mengalami perubahan menggunakan sumber daya yang ada, sementara yang tak berubah langsung bekerja.
2)      Presiden mengingatkan bahwa visi dan misi presiden adalah yang utama, tidak ada lagi kata-kata visi dan misi kementrian, yang ada hanya visi-misi presiden.
3)      Para menteri diminta segera menguraikan kebuntuan dan implementasi kinerja. Hal itu bisa dilakukan melalui audit organisasi dan menemukan hambatan program kementrian.
Model komunikasi yang dilakukan oleh Jokowi adalah model komunikasi struktur semua saluran. Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama dengan sruktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimal.
Kefektifan komunikasi yang dilakukan menimbulkan efek yang sangat bagus pada komunikan yang dituju. Tak lama kemudian beberapa menteri langsung menjalankan tugas seusai sidang dilaksanakan. Efek yang ditunjukkan oleh komuikan begitu cepat terlihat.
Memang kemampuan komunikasi Jokowi terbilang sangat bagus, untuk berinteraksi dengan rakyat secara langsung pun juga mampu mempengaruhi komunikan. Jokowi effect masih terus terasa. Kemana pun ia pergi, apa pun yang dilakukannya sampai dengan apa yang dikonsumsinya selalu menyedot perhatian dan keingintahuan masyarakat luas, khususnya penduduk DKI Jakarta yang digawangi sang gubernur mantan Walikota Solo itu. Bahkan baju kotak-kotaknya yang tercetus tanpa sengaja itu pun turut ditiru dan dikenakan oleh calon kepala daerah di berbagai tempat. Seolah Apa sesungguhnya yang menjadi sebab daya tarik sang gubernur yang wong Solo itu? Salah satu faktor penyebabnya adalah gaya ia berkomunikasi. Gaya komunikasinya terasa membumi, sesuai dengan tingkat pemahaman pendengar dan langsung ke sasaran itulah yang menjadi daya tarik publik yang mendengarnya.
Jokowi rupanya sangat memahami ilmu komunikasi, dari sisi ini ketrampilannya yang terbesar adalah cara berdialog dan bernegosiasi. Kalau dilihat dari cara bahasanya, ia memang amat khas Solo, cara bicaranya ‘Ngglenik’ atau akrab tanpa batas kepada lawan bicaranya, ini cara khas rakyat jelata.
‘Jika berbicara dengan orang lain, gunakanlah bahasa orang itu dalam memahami alam pikir mereka’ itu kata Bung Karno saat memberikan wejangan kepada wartawan tentang bagaimana berkomunikasi yang baik “Bila kamu bicara dengan tukang becak, pahami alam pikir tukang becak, pahami bagaimana ia berbicara soal kesehariannya, cara mereka berbahasa, ukuran-ukuran intelektual mereka, bila kamu sudah masuk ke dalam gelombang yang sama dengan cara mereka bicara dari situlah kamu bisa berkomunikasi”
Prinsip Bung Karno ini digunakan Jokowi dalam memahami cara berkomunikasi dengan rakyatnya, ucapannya yang ia lontarkan jelas, padat dan tak perlu dicerna rumit-rumit.
Mengenai cultural shock (keterkejutan budaya) yang dialami oleh Jokowi yaitu saat-saat ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa. Melihat banyaknya perbedaan budaya di Eropa ia memanfaatkan budaya baru yang ditemukannya itu sebagai peluang untuk dapat diterapkan pada kotanya meskipun sempat terkejut akan ketertingggalan didaerahnya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah Surakarta.
Begitu juga cultural lag  (ketertinggalan budaya), dengan ciri khasnya Jokowi yang tetap menggunakan bahasa jawa krama alus yang merupakan ciri khas dan budaya asli jawa ia dianggap tetap melestarikan budaya. Ia tidak malu menggunakan bahasa daerahnya, tanpa menambahkan embel-embel bahasa asing yang kerap kali dilakukan oleh orang-orang atau pejabat lainnya.
Dengan begitu kita dapat mengetahui tak sedikit usaha Jokowi untuk tetap mempertahankan budaya asli Indonesia yang sekarang sedikit demi sedikit mulai hilang dan terlupakan. Namun disamping itu ia juga mengadopsi beberapa budaya Negara lain yang bagus dan sekiranya dibutuhkan agar Indonesia tidak ketinggalan jaman akibat semakin berkembangnya teknologi oleh globalisasi dan modernisasi.

Banyak sekali keterlibatan komunikasi lintas budaya dalam setiap kehidupan manusia, baik itu orang biasa ataupun orang besar. Tak peduli akan kekuasaan atau kedudukan yang dimilikinya. Peran komunikasi sangatlah penting dalam segala hal, begitu juga dalam dunia perpolitikan. 

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com