Ir. H. Joko
Widodo (Jawa Latin: Jaka Widada) atau yang akrab
disapa Jokowi ini lahir pada tanggal 21 Juni 1961 di Surakarta, Jawa
Tengah. Beliau adalah Presiden Indonesia ke-7
yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014.
jokowi adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga sederhana. Sejak kecil
hidupnya sudah terbiasa dengan berpindah-pindah rumah karna berbagai macam
alasan. Melalui Film berjudul “Jokowi” yang dirilis pada tahun 2013 lalu kita
dapat mengetahui latar belakang seorang Jokowi mulai dari ia dilahirkan hingga
memulai karirnya didunia perpolitikan.
Disini saya akan
menganalisis tentang gaya model komunikasi yang diterapkan Jokowi kepada para
menteri-menterinya dalam perspektif komunikasi lintas budaya. Sebelum lanjut
pada pembahasan selanjutnya, perlu diketahui terlebih dahulu latar belakang
seorang Jokowi. Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi
Notomiharjo dan merupakan anak sulung dan putra satu-satunya dari empat
bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida
Yati dan Titik Relawati. Ayahnya berasal dari Karanganyar,
sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali.
Pendidikannya diawali
dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk
kalangan menengah ke bawah. Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta. Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta,
namun gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta.
Ia terlahir didaerah
Surakarta yang budaya daerah disana terkenal dengan kelembutannya. Perjuangan
hidup semasa kecilnya terbilang susah, meskipun ia dari keturunan priyai tapi
ia merasa jika hidupnya tak selayaknya seorang priyai. Sejak lahir ia sudah
terbiasa dengan gaya hidup berpindah-pindah dari rumah kontrakan ke rumah
kontrakan lainnya.
Sejak kecil orang
tuanya sudah memberi pendidikan yang cukup baik. Dijelaskan dalam film yang
menceritakan tentang dirinya, saat kecil ia sudah terlatih untuk selalu
bersikap jujur kepada siapa saja.
Dengan kesulitan hidup
yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul
untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari. Saat
anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki.
Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai
penggergaji di umur 12 tahun.
Dengan kemampuan
akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur
kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya
dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian
Akhir di Kodya Surakarta".
Setelah lulus pada
1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan
Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Ia bertekad berbisnis di
bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV
Roda Jati. Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan
nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya
dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun
pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari
Ibunya.
Usaha ini membawanya
bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga
kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat
kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa. Disini ia memanfaatkan budaya baru yang
ditemukannya sebagai peluang untuk dapat diterapkan pada kotanya. Pengaturan
kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan
menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan
manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah
Surakarta.
Beberapa cerita singkat
perjalanan hidup seorang Jokowi dalam film “Jokowi 2013” ini sedikit banyak
telah menjelaskan latar belakang seorang figur Jokowi. Dari
pengalaman-pengalaman hidup yang bisa dibilang serba pas-pasan ini beliau mampu
menggugah semangatnya untuk tetap berjuang mencari ilmu hingga tak sedikit usahanya
yang sudah terbukti. Salah satunya yaitu usaha meneruskan meubel milik pamannya
yang dihidupkan kembali olehnya.
Kota kelahirannya
memiliki banyak sebutan yang disematkan, antara lain kota batik, kota priyayi,
kota langgam dan campur sari serta kota wayang Indonesia. Masyarakat Jawa
dikenal sebagai masyarakat patembayan/masyarakat yang memperhatikan pernak
pernik sosial dalam kehidupan sehari-hari. Budaya Jawa yang adi luhung ini akan
membentuk karakter orang Solo yang bijaksana, religius, diam, lemah lembut,
jujur, serta cinta sesama dan lingkungan. Oleh karena itu lingkungan hidupnya
telah mewariskan sifat-sifat peduli sosialnya sejak kecil.
Dalam perspektif
Komunikasi Lintas Budaya bahasa merupakan salah satu prinsip komunikasi. Jokowi
menggunakan gaya komunikasi konteks rendah – low context communication –
komunikasi langsung ke sasaran, tanpa tedeng aling-aling (basa-basi). Dalam
setiap ucapannya tidak ada kalimat bersayap, tidak ada penafsiran ganda
terhadap kalimatnya. Semuanya bermakna tunggal dan tidak menimbulkan
interpretasi subyektif pendengarnya. Semuanya jelas dan gamblang. Gaya ini
mengingatkan kita pada style Bung Karno saat pidato. Bahasa yang digunakan
sangatlah membumi, sehingga mampu dicerna oleh berbagai kalangan, tidak
berbelit-belit dengan menggunakan bahasa yang terlalu tinggi.
Begitu juga dengan
busana, dalam ilmu komunikasi busanapun dianggap bisa berbicara. Masyarakat dapat
mengartikan maksud dan tujuan seseorang dengan busana yang sedang dipakainya.
Melihat busana apa yang
dipakai Jokowi sebagai salah satu alat kempanyenya yaitu “Baju kotak-kotak” juga
dapat diketahui maksud dan tujuannya memilih motif tersebut. Baju kotak-kotak
yang dibelinya satu jam sebelum berangkat ke komisi Pemilihan Umum Daerah,
dikatakan mewakili “warna-warni Jakarta yang harus diakomodasi”. Hal ini juga
mampu membuat trend baru yang semakin banyak ditiru oleh banyak orang dan
dikenakan oleh calon kepala daerah diberbagai tempat, bahkan identitas fashion
itu bisa terus menjadi magnet penarik masa pendukung calon pemimpin daerah itu.
Ini adalah salah satu fenomena yang terjadi secara alami, tanpa kalkulasi atau
politisasi terencana yang menghabiskan banyak anggaran.
Seringkali juga Jokowi
tampil dengan gaya busana yang sederhana, hal ini tercipta oleh budaya yang
slama ini telah melekat pada dirinya. Budaya Solo yang kalem dan tak berlebih-lebihan
membuatnya tetap nyaman dan enjoy berpakaian sederhana didepan public, meskipun
banyak media yang menyorotinya.
Tubuh manusia kurang
lebih bias menampilkan 1000 poster. Salam dua jari yang dipakai Jokowi sebagai
simbol juga memiliki arti tersendiri, selain sebagai nomor urut dirinya dalam
pencalonan presiden, simbol itu juga memiliki arti perdaimaian.
Berbudaya (termasuk
berkomunikasi) itu bukanlah hal yang genetik. Tidak bergantung dari keturunan.
Melainkan potensi setiap individu itu tergantung dari caranya mengeksplore
kelebihannya. Hubungannya dengan kehidupan Jokowi, meskipun keluarganya
meruapakan keluarga yang kurang mampu dan berependidikan rendah, itu tak
membuatnya sepenuhnya pasrah untuk tetap berada posisi yang sama, ia berusaha keras
dengan terus belajar, memperbaiki kemampuan komunikasinya hingga kini mampu
melakukan interaksi dengan siapapun.
Kebiasaan keluarganya
yang sering pindah-pindah rumah saat ia kecil membuatnya bertekad untuk selalu
memperhatikan rakyat kecil yang senasib dengannya dulu. Dari sinilah pengalamannya
berperan besar dalam proses komunikasi Jokowi.
Setelah mengetahui
banyak tentang latar belakang seorang Jokowi yang kerap kali dibicarakan oleh
banyak orang, kini lanjut pada pembahasan selanjutnya mengenai model komunikasi
yang diterapkan oleh Jokowi kepada para menteri-menterinya.
Setelah proses pelantikan
menteri-menteri baru pada tanggal 27 Oktober 2014 kemarin, siangnya ia lanjut
melaksanakan sidang perdana bersama para kabinet kerja yang dibentuknya. Inti
dari siding perdana tersebut yaitu Jokowi memberikan 3 arahan pada cabinet
kerjanya. 3 arahan diantaranya adalah :
1) Presiden
meminta kementrian yang baru atau yang mengalami perubahan menggunakan sumber
daya yang ada, sementara yang tak berubah langsung bekerja.
2) Presiden
mengingatkan bahwa visi dan misi presiden adalah yang utama, tidak ada lagi kata-kata
visi dan misi kementrian, yang ada hanya visi-misi presiden.
3) Para
menteri diminta segera menguraikan kebuntuan dan implementasi kinerja. Hal itu
bisa dilakukan melalui audit organisasi dan menemukan hambatan program
kementrian.
Model komunikasi yang
dilakukan oleh Jokowi adalah model komunikasi struktur semua saluran. Struktur
semua saluran atau pola bintang hampir sama dengan sruktur lingkaran dalam arti
semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk
mempengaruhi anggota lainnya. Tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap
anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan
adanya partisipasi anggota secara optimal.
Kefektifan komunikasi
yang dilakukan menimbulkan efek yang sangat bagus pada komunikan yang dituju.
Tak lama kemudian beberapa menteri langsung menjalankan tugas seusai sidang
dilaksanakan. Efek yang ditunjukkan oleh komuikan begitu cepat terlihat.
Memang kemampuan
komunikasi Jokowi terbilang sangat bagus, untuk berinteraksi dengan rakyat
secara langsung pun juga mampu mempengaruhi komunikan. Jokowi effect masih
terus terasa. Kemana pun ia pergi, apa pun yang dilakukannya sampai dengan apa
yang dikonsumsinya selalu menyedot perhatian dan keingintahuan masyarakat luas,
khususnya penduduk DKI Jakarta yang digawangi sang gubernur mantan Walikota
Solo itu. Bahkan baju kotak-kotaknya yang tercetus tanpa sengaja itu pun turut
ditiru dan dikenakan oleh calon kepala daerah di berbagai tempat. Seolah Apa
sesungguhnya yang menjadi sebab daya tarik sang gubernur yang wong Solo itu?
Salah satu faktor penyebabnya adalah gaya ia berkomunikasi. Gaya komunikasinya
terasa membumi, sesuai dengan tingkat pemahaman pendengar dan langsung ke
sasaran itulah yang menjadi daya tarik publik yang mendengarnya.
Jokowi rupanya sangat
memahami ilmu komunikasi, dari sisi ini ketrampilannya yang terbesar adalah
cara berdialog dan bernegosiasi. Kalau dilihat dari cara bahasanya, ia memang
amat khas Solo, cara bicaranya ‘Ngglenik’ atau akrab tanpa batas kepada lawan
bicaranya, ini cara khas rakyat jelata.
‘Jika berbicara dengan
orang lain, gunakanlah bahasa orang itu dalam memahami alam pikir mereka’ itu
kata Bung Karno saat memberikan wejangan kepada wartawan tentang bagaimana
berkomunikasi yang baik “Bila kamu bicara dengan tukang becak, pahami alam
pikir tukang becak, pahami bagaimana ia berbicara soal kesehariannya, cara
mereka berbahasa, ukuran-ukuran intelektual mereka, bila kamu sudah masuk ke
dalam gelombang yang sama dengan cara mereka bicara dari situlah kamu bisa
berkomunikasi”
Prinsip Bung Karno ini
digunakan Jokowi dalam memahami cara berkomunikasi dengan rakyatnya, ucapannya
yang ia lontarkan jelas, padat dan tak perlu dicerna rumit-rumit.
Mengenai cultural shock (keterkejutan budaya)
yang dialami oleh Jokowi yaitu saat-saat ia mendapat kepercayaan dan bisa
berkeliling Eropa. Melihat banyaknya perbedaan budaya di Eropa ia memanfaatkan
budaya baru yang ditemukannya itu sebagai peluang untuk dapat diterapkan pada
kotanya meskipun sempat terkejut akan ketertingggalan didaerahnya. Pengaturan
kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan
menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan
manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah
Surakarta.
Begitu juga cultural lag (ketertinggalan budaya), dengan ciri khasnya
Jokowi yang tetap menggunakan bahasa jawa krama alus yang merupakan ciri khas
dan budaya asli jawa ia dianggap tetap melestarikan budaya. Ia tidak malu
menggunakan bahasa daerahnya, tanpa menambahkan embel-embel bahasa asing yang
kerap kali dilakukan oleh orang-orang atau pejabat lainnya.
Dengan begitu kita
dapat mengetahui tak sedikit usaha Jokowi untuk tetap mempertahankan budaya
asli Indonesia yang sekarang sedikit demi sedikit mulai hilang dan terlupakan.
Namun disamping itu ia juga mengadopsi beberapa budaya Negara lain yang bagus
dan sekiranya dibutuhkan agar Indonesia tidak ketinggalan jaman akibat semakin
berkembangnya teknologi oleh globalisasi dan modernisasi.
Banyak sekali
keterlibatan komunikasi lintas budaya dalam setiap kehidupan manusia, baik itu
orang biasa ataupun orang besar. Tak peduli akan kekuasaan atau kedudukan yang
dimilikinya. Peran komunikasi sangatlah penting dalam segala hal, begitu juga
dalam dunia perpolitikan.
0 komentar:
Posting Komentar